ITB dan UGM Tetap Nomor 1 di SNMPTN 2009

>> Thursday, July 30, 2009

Oleh Cardiyan HIS



ITB dan UGM tetap memegang rekor pencapaian Nilai Rata-rata Tertinggi untuk kelompok IPA dan IPS pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2009. ITB bahkan rekornya untuk kelompok IPA belum pernah tumbang sejak tahun 1989 ketika masih bernama UMPTN.


Jumlah peserta SNMPTN 2009 yang diikuti 57 PTN, naik 9,04% dibanding tahun lalu yakni 422.534 orang. “Dari jumlah tersebut, peserta yang mengembalikan formulir 412.534 orang dan peserta yang mengikuti ujian sebanyak 359.751 orang,” kata Ketua Umum Panitia SNMPTN 2009, Haris Supratno, kepada para wartawan.
Meski hasil SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) 2009 akan diumumkan serentak pada 1 Agustus 2009 jam 00.00. Namun Nilai Rata-rata Tertinggi calon mahasiswa yang diterima di kelompok IPA dan IPS telah diumumkan oleh Ketua Umum Panitia Ketua Umum Panitia SNMPTN 2009.


Inilah hasil Nilai Rata-rata Tertinggi 5 Besar PTN sbb:


Kelompok IPA

1. ITB, Bandung (92,54)
2. UGM, Yogyakarta (88,88)
3. UI, Depok (87,11)
4. ITS, Surabaya (83,55)
5. Unair, Surabaya ( 83,89)


Kelompok IPS

1. UGM, Yogyakarta (88,42)
2. UI, Depok (85,97)
3. Unair, Surabaya (83,89)
4. UNS, Solo (79,89)
5. Unbraw, Malang (78,35)


Bagi ITB ini merupakan rekor yang belum terpecahkan oleh PTN manapun untuk pencapaian nilai Kelompok IPA sejak tahun 1989 ketika masih bernama Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) kemudian berganti-ganti nama -----antara lain terakhir SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) sejak 2002, sebelum berganti nama SNMPTN sejak tahun 2008 hingga SNMPTN 2009 sekarang ini. Sedangkan bagi UGM, ini pencapaian tiga tahun berturut-turut Nilai Rata-rata Tertinggi untuk kelompok IPS. Biasanya UGM saling bergantian bersaing dengan UI untuk menjadi nomor 1 di kelompok IPS ini.


Selamat datang di kampus yang kamu cita-citakan. Selamat bergabung di “Klub Kampus yang dicita-citakan”. Tapi ingat-ingat pesan Mama; “Kalau sudah pintar, jangan sekali-kali terpikir menjadi JOKI di SNMPTN 2010 mendatang, yaahh!”.

Read more...

Selamat Datang Nilai AB, BC Dosen ITB

Oleh Cardiyan HIS



Apakah Dosen ITB yang Bijak ataukah Dosen ITB yang Kejam akan coba disiasati ITB dengan sistem penilaian ini. Satu-satunya siasat mahasiswa adalah belajar lebih keras lagi. Maklum standar nilai masih ditetapkan oleh dosen ITB sendiri secara personal.



Ada yang sangat menarik dari acara “Penyegaran Dosen ITB 2008” pada 29 Agustus 2008. Apa yang disampaikan oleh Prof. Ir. Adang Surahman, Ph.D, Wakil Rektor Senior Bidang Akademik ITB pada acara tersebut adalah pengakuan fakta yang sangat ironis seperti yang ramai diungkapkan pada mailist IA ITB baru-baru ini dengan tajuk “ITB yang Bijak ataukah ITB yang Kejam”.


Statistik Seleksi Masuk Mahasiswa Baru secara Nasional sejak 1977 sampai 2008, selalu menempatkan ITB sebagai PTN di Indonesia dengan standar Nilai Masuk (passing grade) paling tinggi; Nilai Rataan tertinggi dan Nilai Maksimal tertinggi (bahkan bila ditelusuri lagi mahasiswa baru ITB adalah pemilik Nilai Rataan tertinggi Nilai Ebtanas Murni/NEM Sekolah Menengah Umum; nilai maksimal NEM SMU). Mahasiswa baru yang diterima di ITB adalah 80% berada pada ranking 1-2500 dan 20% berada pada ranking 2501-12.500, dari rata-rata 250.000 peserta seleksi masuk mahasiswa secara nasional bidang IPA.


Pokoknya mahasiswa yang masuk ITB itu hebring-lah. Namun pada kenyataannya (antara lain pengalaman dan pengamatan Betti Alisyahbana ketika masih menjadi Presiden IBM Indonesia), di dunia kerja, seringkali lulusan ITB bahkan tidak masuk hitungan dalam seleksi administratif karena tersandung permasalahan Indeks Prestasi (IP) yang kecil, jika dibandingkan dengan perguruan tinggi negeri atau swasta lainnya. Jadi hanya sedikit saja pelamar alumni ITB yang masuk short list para recruiter. Hal ini tentu sangat merugikan lulusan ITB khususnya yang mau meniti karier di dunia PNS atau juga pegawai swasta nasional.


Prof. Adang Surahman sendiri mengakui berdasar berbagai kuesioner dan penelitian yang dilakukan Wakil Rektor Bidang Akademis ITB sangatlah sulit untuk mendapatkan nilai A pada sebuah dan apalagi pada banyak matakuliah di ITB. (Saya secara acak sudah “mensurvey” pada Program Studi di ITB bahwa untuk mendapatkan Nilai Huruf A itu mahasiswa harus mendapatkan Nilai Angka ujiannya 95-100). Wakil Rektor Senior Bidang Akademik mendapatkan sebuah fakta bahwa kebanyakan nilai mahasiswa ITB kurang ditentukan oleh kualitas dosen atau proses pembelajaran mahasiswa, tetapi oleh standar yang ditetapkan oleh dosen sendiri yang sangat personal. Disinilah terkuak betapa ITB sendiri tak berdaya atas “kekuasaan” masing-masing dosen ITB. Karena itu sudah menyangkut otoritas dosen ITB masing-masing, maka Rektor ITB sekalipun sebagai “bos” dosen-dosen seluruh ITB, tak bisa “intervensi” agar dosen-dosen mengubah kebijakan penilaian terhadap berkas para mahasiswanya menjadi “lebih bijaksana”.


Maka berdasarkan “keukeuhnya” (ngotot) para personal dosen ITB yang hendaknya tetap dihargai, mulai kurikulum baru 2008 ini, pihak ITB “mensiasatinya” dengan menerapkan sebuah sistem penilaian yang baru. Yaitu selain ada nilai A (4), B (3), C (2), D (1), dan E (0, tak lulus), akan ada nilai AB, dan BC. Dengan adanya nilai antara tersebut, diharapkan dosen dapat “lebih bijak” dalam memberikan penilaian. Sehingga menurut Prof. Adang, nilai-nilai mahasiswa yang "menyerempet", dalam hal ini contohnya "B gemuk", dapat dikelompokkan menjadi AB. Bagaimana dengan perhitungan IP? Tidak ada masalah signifikan, mengingat nilai AB adalah setara dengan 3.5, dan BC setara 2.5. Sistem penilaian baru ini akan mulai diterapkan di semester ini, dan berlaku bagi seluruh mahasiswa seluruh angkatan di ITB.
Nah, karena akan mulai diterapkan segera di semester ini, maka mahasiswa ITB hendaknya menyambutnya dengan sedikit gembira. Jahkan dari prasangka dosen ITB itu “kejam” bin ”killer” dsb. Belajar itu harus penuh dengan kegembiraan. Bangga diterima di ITB itu harus diimbangi dengan belajar lebih keras tetapi dalam suasana gembira, jauh dari suasana yang terbebani.


Oleh karena itu, para mahasiswa ITB juga hendaknya juga aktif bersosialisasi dalam kehidupan kampus sebagai proses latihan meraih softskill. Karena disinilah kelemahan umumnya mahasiswa ITB. Nilai IP tinggi itu bagus untuk diraih tetapi belum cukup bila tak memiliki tambahan softskill. Dan itu telah dibuktikan oleh softskill kakak-kakak alumni ITB yang sukses dalam kariernya, baik sebagai “tukang insinyur”, ilmuwan kelas dunia, wirausaha sukses maupun alumni yang telah menjadi Presiden RI dan Perdana Menteri RI (kalau Menteri-menteri alumni ITB sejak republik ini berdiri sudah nggak kehitung lagi sampai lupa namanya kecuali 5 menteri-alumni ITB angkatan saya, angkatan 1973 he he he ....!)

Sebaliknya, kepada para dosen ITB yang telah “disegarkan” oleh Wakil Rektor Senior ITB Prof. Ir. Adang Surahman, PhD -----Seangkatan dengan saya, tetapi saya di Departemen Teknik Geodesi. Di Departemen Sipil ITB, Kang Adang ini nomor pokok mahasiswanya 8173002 artinya ranking dua dari 120 mahasiswa Sipil ITB 1973. Waktu itu belum ada jurusan Informatika, yang paling top ya Sipil disusul Elektro !!!------ kita berharap otoritas yang dimiliki tidak “disalahgunakan” sebagai “kekuasaan mutlak”.


Dosen-dosen ITB juga harus mengevaluasi diri dalam proses belajar mengajarnya. Apakah cara penyampaian kuliahnya sudah komunikatif sehingga mudah diserap oleh mahasiswanya atau sebaliknya hanya pinter untuk diri sendiri. Apakah dosen-dosen senior ITB telah konsisten mengajar secara langsung dan tidak mewakilkan kepada para asistennya? Apakah ITB juga telah menyediakan sarana dan prasarana bagi 1.025 dosen (800 di antaranya bergelar doktor), misalnya dengan ruangan dosen yang memadai lengkap dengan koleksi buku-buku mutakhir. Karena penulis menemukan banyak fakta kalau profesor doktor ITB yang berkelas dunia pun ruangannya sangat sempit. Lalu bagaimana dengan ratusan doktor-doktor muda ITB pasti ruangannya akan lebih sempit lagi atau jangan-jangan ada yang tak memiliki meja kerja ....?


Selamat ujian bagi para mahasiswa ITB dan selamat menilai bagi para dosen ITB yang bijak. And last but not least kepada para alumni (apalagi yang punya anak, mahasiswa ITB he he he ...!) seperti biasa, selamat mengkritisi jalannya penilaian oleh para dosen ITB.

Read more...

Kesebelasan Indonesia vs Argentina di Piala Dunia

Oleh Cardiyan HIS


Manchester United batal dijajal Indonesia All Stars di Stadion Utama Bung Karno, Senayan, Jakarta, gara-gara bom teroris. Biar tak terlalu kecewa ditampilkan pertandingan nostalgia PSSI melawan Argentina yang dikapteni Diego Armando MARADONA di Piala Dunia Yunior 1979 di Tokyo, Jepang.



PSSI dapat durian runtuh. Arab Saudi sebagai juara Piala Asia Yunior 1978 mengundurkan diri karena alasan tidak siap. Maka otomatis PSSI yang semifinalis Piala Asia Yunior 1978 terkatrol bersama tuan rumah Jepang dan Korea Selatan mewakili Asia ke Piala Dunia Yunior 1979 di Tokyo, Jepang. Ali Sadikin sebagai Ketua Umum PSSI langsung menunjuk Soetjipto Soentoro yang baru saja pulang setelah dikirim PSSI ke Jerman Barat (ketika itu) mengikuti kursus pelatih yang diselenggarakan oleh FIFA dan kemudian terpilih sebagai pelatih terbaik dan berhak memiliki sertifikat kelas A.


Soetjipto "Gareng" Soentoro (almarhum) yang mendapat kepercayaan, langsung memilih pemain. Pemain yang dipanggil Soetjipto adalah pemain pilihan yang masih muda penuh talenta yakni Endang Tirtana, Sudarno, Eddy Harto (Penjaga Gawang), Nasir Salassa, Mustafa Umarella, Nus Lengkoan, Subangkit, Didik Dharmadi, Tonggo Tambunan (kakaknya Patar Tambunan), Ristomoyo, Aun Harhara (adik pemain timnas senior Sutan Harhara), Catur Sudarmanto (Belakang), Arief Hidayat (kapten, adik pemain timnas senior Sofyan Hadi), Berti Tutuarima, Mundari Karya, Herry Kiswanto, Zulkarnaen Lubis, Rully Nere (Gelandang), Bambang Nurdiansyah, Wahyu Tanoto, Bambang Sunarto, Dede Sulaeman (Penyerang).


Timnas ini melakukan rangkaian banyak ujicoba dari mulai Aceh, Medan, Bandung, Surabaya, Makassar sampai ke Jayapura. Bahkan sampai kota-kota kabupaten di Jawa Barat seperti Tasikmalaya dan Ciamis pun dijadikan ajang ujicoba. Sebagian besar ujicoba dimenangi oleh tim asuhan Soetjipto ini. Sayang tak ada ujicoba ke luar negeri atau melawan tim luar negeri yang didatangkan ke Jakarta. Sehingga PSSI tak bisa mengukur kekuatan sebenarnya bila dibanding kemajuan kesebelasan sepakbola negara lain.


Soal banyak ujicoba sampai ke kota-kota kecil: "Agar menggugah anak-anak muda untuk menjadi pemain nasional kelak," ungkap Soetjipto kepada penulis dalam buku biografinya (Cardiyan HIS, "Si Gareng Menggoreng Bola", Penerbit Pustaka Dinamika Mediatama, Jakarta 1988). Gareng adalah julukan Soetjipto Suntoro, Kapten Timnas Indonesia tahun1966-1970 yang sangat hebat performanya. Sehingga ia dipercaya pula sebagai kapten tim Asian All Stars tahun 1967-1970. *)


Indonesia masuk di grup maut bersama Argentina, Yugoslavia dan Polandia. Karena kurang pengalaman dan tak memiliki kompetisi yang teratur dan ketat, Indonesia menjadi bulan-bulanan lawan. Penyerang Bambang Nurdiansyah praktis tak bisa mendekati gawang Argentina. Sementara lapangan tengah Indonesia yang dikoordinasikan oleh Arief Hidayat, kalah kelas dengan Diego Maradona. Maka pertunjukan lebih banyak berada di pertahanan Indonesia. Kalau saja penjaga gawang Endang Tirtana tidak bermain cemerlang dengan melakukan banyak safety gemilang, Argentina yang dikapteni Diego Armando MARADONA dipastikan akan memukul telak Indonesia lebih dari 6-0. Setelah wasit meniup peluit panjang, pemain-pemain Indonesia segera berebut berfoto bersama Maradona yang dengan senang hati melayaninya. Sementara pada pertandingan berikutnya, Yugoslavia dan Polandia mencukur Indonesia masing-masing 5-0.


Akhirnya Argentina keluar sebagai juara setelah di final mengalahkan juara bertahan Uni Soviet (Rusia sekarang) dengan skor 3-1. Uni Soviet sebenarnya memimpin dulu 1-0 sampai menit ke 60. Tetapi Argentina mendapat penalti pada menit ke 61, yang tak disia-siakan oleh Maradona. Setelah gol penalti ini, Maradona dkk mengamuk dan menambah 2 gol lagi.


Tapi ada pengalaman berharga yang berhasil diserap oleh Soetjipto dari pelatih timnas Argentina Yunior dan ArgentinaSenior berkelas dunia; Cesar Louis Menotti. "Menotti banyak memberi tips, baik segi teknik maupun non-teknik tentang bagaimana menciptakan kesebelasan tangguh. Indonesia harus memiliki kompetisi yang tertata baik sejak jenjang yunior sampai senior," ungkap Soetjipto Soentoro yang mendapat kehormatan untuk ketemu empat mata dengan Menotti, dalam kesempatan terpisah.


*) Catatan tentang Soetjipto Soentoro sebagai bintang Asia:
Sebagai pemain dan kapten timnas Indonesia, Soetjipto Soentoro, memimpin Indonesia meraih kejayaan di peta sepakbola Asia. Indonesia menjuarai turnamen-turnamen bergengsi di Asia seperti Agha Khan Gold Cup (Pakistan Timur, sekarang Bangladesh) 3 tahun berturut 1966, 1967 dan 1968; King’s Cup Thailand pertama pada tahun 1968; Merdeka Games (Malaysia) 1969.


Tak mengherankan bila Indonesia mendominasi dari segi jumlah pemain yang masuk tim Asia All Stars ini. Sebab disamping Soetjipto ada Iswadi Idris, Yacob Sihasale dan Abdul Kadir. Dari negara lain adalah Tian Aung dan Suk Bahadur (Birma, Myanmar sekarang), Kunishige Kamamoto (Jepang), Jarnel Sing (India), Kim Yung Nam dan Kim Sam Rha (Korea Selatan), Abdul Gani bin Mirhat dan Chow Che Keong (Malaysia), Niwat (Thailand) dan Spigler (Israel, dulu masuk grup Asia). Spigler ini adalah pemain Asia pertama yang bergabung dengan klub elite Cosmos, New York, dimana Pele, Franz Beckenbauer, Carlos Alberto dan Chinaglia bermain.

Read more...

Untung Menolak Hadiah Seperangkat Golf

Oleh Cardiyan HIS




Seorang sobat yang konglomerat papan atas Indonesia menawarkan seperangkat golf gratis kepada saya pada tahun 1989. "Biar liputan you tambah eksklusif mesti main golf dong. Di padang golf banyak pejabat-pejabat tinggi dan konglomerat kumpul. Jadi you bisa main golf sambil korek informasi A-1", ajak sobat saya.


"Wah terima kasih. Tapi maaf saya sulit atur waktu bila harus seharian main golf," kilah saya.


Eh, semingggu kemudian ketika majalah ekonomi milik saya menurunkan “cover story” "Orang Terkaya di ASEAN. Siapa Mereka? Berapa dari Indonesia?", saya yang tengah memburu Eka Tjipta Widjaja, Bob Hasan, William Soerjadjaja, Liem Soei Liong, jadi ingat saran sobat saya itu.


Benar saja. Akhirnya setelah “hotline” dengan Oom Eka yang dihubungkan sekretaris pribadinya Wen Yu dari kantornya di kawasan jalan Thamrin, Jakarta, saya berhasil menemui Eka Tjipta jam 6 pagi keesokan harinya di Pondok Indah Golf.


Dan ketika menemuinya, sekelilingnya sudah ada Ali Wardhana, Adrianus Mooy, Soemarlin, penyanyi Bruri Marantika dan Indra Widjaja (anak Eka, Dirut Bank Internasional Indonesia). Eka dan Indra kemudian beranjak mengajak saya ke ruang ganti pakaian. Dan menyuruh Indra sendiri saja yang main golf. “Indra kamu yang main golf saja. “Bapak mau pulang untuk wawancara dengan pak Cardiyan,” kata Oom Eka sambil mengajak masuk ke mobil Jaguar warna hitamnya. Tahun 1989, yang punya Jaguar masih terbatas jumlahnya dan saya mewancarai Eka Tjipta Widjaja sambil keliling Jakarta.


Wawancara dengan Eka Tjipta berlangsung sukses. Bahkan saya berdampingan dengan Eka difoto melalui kamera saya oleh ajudan Eka yang saya tengarai seorang tentara aktif dari kesatuan komando khusus. Saya mendapatkan Bob Hasan wawancara di lapangan Atletik PASI Gelora Senayan beberapa hari kemudian. Sedangkan William Soerjadjaja saya wawancarai langsung di kantor pusat Astra. Sedangkan Oom Liem masih di Hong Kong ketika “deadline” terlewati.


Dua puluh tahun kemudian saya tetap tak memilih olahraga golf. Bukan karena takut "katuliskeun jurig" (tercatat oleh hantu) di lapangan golf seperti nasib Antasari Azhar atau Nasrudin Zulkarnaen. Atau juga bukan karena anti olahraga orang kaya, orang borjuis seperti terkesan selama ini tentang golf. Tetapi saya mah penggemar olahraga rakyat saja yakni sepakbola. Karena saya mah euy bobotoh Persib......!

Read more...

SBY Ditipu "Blue Energy". Ketidakberdayaan Menteri-menteri Alumni ITB?

>> Wednesday, July 29, 2009

Oleh: Cardiyan HIS



Dipastikan SBY ditipu "Blue Energy". Alih-alih mau memberi bonus kepada rakyat Indonesia pada acara "Seratus Tahun Kebangkitan Nasional", eh malah ditipu mentah-mentah oleh "inventor" Joko Suprapto. Sebuah aib yang setara dengan kasus "Harta Karun Batutulis Bogor" oleh Menteri Agama rejim Presiden Megawati.



Bangsa Indonesia memang mudah sekali untuk mengulang-ulang kesalahan serupa. Bangsa Indonesia mudah menjadi pelupa dan seolah permisif terhadap kesalahan yang seolah kecil padahal sangat prinsipil. Apakah sudah sedemikian bingung bangsa Indonesia yang tengah terpuruk ini sehingga kehilangan kepercayaan diri untuk mencari solusi yang lebih elegan dan beradab?


Tahun 2001, penulis sebagai Pemimpin Redaksi majalah "Motor Dagang" menulis tajuk tentang "Industri Sumbang Kampus untuk Riset Hidrogen bagi Industri Otomotif". Kampus Stanford University memperoleh dana riset lebih dari US$ 300 juta dari Exxon Mobil untuk melakukan riset Hidrogen bagi Industri Otomotif. Dunia tentu berharap riset Stanford University kelak dapat memberikan solusi mendasar Hidrogen sebagai sumber energi alternatif masa depan. Tentu sebuah penantian yang panjang karena tak semudah membalikkan tangan, maklum ini merupakan riset dasar yang kompleks, yang memerlukan kesabaran para penelitinya pula.


Oleh karena itu, kita agak kaget ketika ujug-ujug (tiba-tiba) "inventor" Joko Suprapto demikian hebat bisa lolos ketemu langsung presentasi di depan SBY untuk suatu produk yang diklaim sebagai "Blue Energy". Doktor Heru Lelono, dosen IPB Bogor, orang kepercayaan SBY sejak pra-pemilu 2004, rupanya yang memboyong Joko Suprapto sampai bisa presentasi di depan Presiden SBY.


Dimanakah para Menteri-menteri Alumni ITB? Dipastikan Menteri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman, Menteri Perhubungan Yusman SD (malah tertangkap kamera ada persis di belakang SBY dan Heru Lelono) dan tentu saja Menteri Sekretariat Negara Hatta Rajasa ada, pada acara launching "Blue Energy" yang diterangkan oleh Heru Lelono ini.


Dimanakah para Menteri-menteri Alumni ITB? Dimanakah peran filter Anda sebagai alumni ITB yang profesional yang tengah mengemban kepercayaan sebagai Menteri di Kabinet Indonesia Bersatu, sehingga membiarkan kejadian yang berpotensi menjadi "skandal" (hoax) bagi bos Anda Presiden SBY?


Menteri Sekretariat Negara harus bertanggungjawab pada filter pertama mengapa sebuah proposal bisa lolos begitu saja ke meja Presiden RI? Apakah Mensegneg tak berdaya dilewati begitu saja oleh Heru Lelono? Sebab, paling tidak, pasti Mensegneg tahu setiap proposal yang akan dipresentasikan di depan Presiden RI. Mengapa Mensegneg tak mampu mencegah dan kemudian mengkonsultansikan ke Menristek Kusmayanto Kadiman (dan Ketua LIPI) dan Menteri Perhubungan tentang ada proposal yang "aneh", yang sebenarnya bukan hal yang aneh karena kita semua pernah belajar Kimia.


Penulis terus terang curiga; para Menteri Alumni ITB rikuh sama bos. Mereka cari aman saja dari pada repot dimarahi bos. Jangan-jangan berisiko jabatan Menteri dicopot. Padahal yang lebih repot lagi kalau membiarkan sesuatu yang akan diekspos luas padahal dengan sadar mereka tahu sebelumnya bahwa hal itu tak mungkin berhasil justru akan lebih membahayakan bos dan mereka sendiri.


Apakah para Menteri Alumni ITB sudah kehilangan karakter umumnya tipikal kampus ITB untuk senantiasa berpikir merdeka apapun situasinya? Penulis yakin kalau para Menteri Alumni ITB ngomong apa adanya kepada SBY dengan sedikit improvisasi ala Jawa SBY; Presiden kita akan sangat mendengarkan pendapat rekan-rekan kita ini.


Mudah-mudahan dugaan penulis salah besar. Oleh karena itu perlu penjelasan sejujurnya dari Anda, hai para Menteri Alumni ITB.

Read more...

Pertandingan Dahsyat Kesebelasan Indonesia vs Werder

Oleh Cardiyan HIS



Meskipun kalah tipis 5-6 dari Werder Bremen, juara Bundesliga 1965, tetapi kita menang soal “gorengan bola”. Dan Soetjipto Soentoro dijuluki “Pele” karena tukang sulap yang ulung dan sulit dijaga pemain belakang Werder. Kalau Soetjipto dan Max Timisela mau, klub Werder Bremen bersedia menerimanya.



Mengenai jalannya pertandingan antara kesebelasan nasional Indonesia dan juara Bundesliga Werder Bremen, kantor berita “Antara” Koeln memberitakan bahwa pertandingan berjalan dengan sangat bermutu. Sejumlah 23.000 penonton di antaranya ratusan penonton Indonesia datang dari segala penjuru Jerman Barat (ketika itu). Timnas Indonesia bermain untuk yang ke 10 kalinya dalam rangka tour Eropa, dengan tangkas dapat melakukan teknik persepakbolaan yang pada hakekatnya tidak kalah dengan tingkat teknik Eropa.


Suasana pertandingan pada permulaan memang dirasakan oleh kita semuanya, pihak tuan rumah seperti menganggap enteng ditambah tekanan-tekanan para suporter mereka yang terkesan melecehkan. Terlebih setelah mereka berhasil membobol gawang Indonesia tak lama setelah “kick-off”. Tetapi Indonesia tak jatuh mental bahkan berbalik menekan Werder Bremen dan menciptakan dua peluang bagus pada menit ke 17 dan 20 melalui Soetjipto Soentoro (Persija) dan Max Timisela (Persib). Dan akhirnya pada menit ke 30, setelah dikeroyok 3 pemain belakang Werder, Soetjipto mengelabui kiper mereka dengan gol indah.


Boleh dikatakan permainan menjadi berimbang meski kemudian Werder kembali unggul 2-1. Namun setelah itu, Indonesia lebih menguasai permainan sampai menyamakan kedudukan 2-2, kembali lewat gol Soetjipto. Skor bertahan sampai turun minum.


Sesudah mengaso, semangat Indonesia makin tinggi. Pada jam 20.42 waktu Jerman, atas tendangan sudut, Soetjipto berhasil meneruskannya menjadi gol. Indonesia memimpin 3-2. Dan penonton Jerman mulai bungkam karena terpaku dengan serangan gencar Indonesia yang penuh kejutan. Misalnya operan-operan panjang langsung ke kiri luar atau kanan luar, sering bikin pemain-pemain Werder Bremen kebingungan. Bagi Indonesia inti serangan dipusatkan pada 3 penyerang. Tetapi ketiganya sangat bikin kacau pemain belakang Werder Bremen yang merupakan pemain-pemain timnas Jerman Barat. Malahan kadang-kadang ada di antara mereka terus meneriaki “Pele Pele”, itu mutiara hitam dari Brazil, agar terus menjaga dan menempel Soetjipto “Pele” Soentoro, yang dalam pertandingan tersebut adalah “goal getter” yang paling berhasil.


Pada suatu duel di muka gawang Indonesia, wasit Redelfs dari Hanover, menganggap salah seorang pemain Indonesia menjegal lawan. Padahal menurut pengamatan wartawan “Antara” tak ada pelanggaran keras yang mesti dihukum wasit. Pemain Indonesia protes, tapi tak digubris wasit. Werder dapat hadiah penalti. Skor menjadi 3-3.


Rupanya “kelicikan” wasit tak membuat mental jatuh. Hanya dalam beberapa menit kemudian Indonesia memimpin lagi 4-3, melalui gol taktis “solo run” Tahir Jusuf atas operan panjang yang manis dari tengah lapangan sehingga mengejutkan pemain belakang Werder.


Sayang 8 menit kemudian Werder dapat menyamakan kedudukan 4-4, melalui “canon ball” pemain tengahnya. Ditambah 1 gol lagi kedudukan malah berbalik menjadi 5-4 untuk Werder.


Dengan semangat “banteng ketaton” akhirnya gol kelima Indonesia tercipta melalui “sett-up” operan segitiga yang cepat dan manis sekali, Max Timisila menyelesaikannya dengan cantik pula. Skor akhir 5-6 untuk tuan rumah juara Bundesliga Werder Bremen!


Publik Jerman Kagum


Di kalangan Indonesia sendiri meskipun kalah tipis, namun dirasakan sebagai kemenangan. Mengapa? Karena mereka puas melihat mutu permainan kedua kesebelasan yang berstandar Eropa. Kalaupun ada sedikit kekecewaan adalah soal hukuman penalti. Sebab kalau tak ada hukuman penalti minimal skor yang fair adalah 5-5.


Dari pihak Jerman melalui pelatih Brocker ada rasa kagum dan heran yang ditujukan tak hanya kesebelasan Indonesia yang dianggapnya sudah memiliki tingkat permainan kelas dunia. Juga mereka melihat “handicap” yang ada soal tinggi dan lebih ringkihnya badan pemain-pemain Indonesia, ternyata dapat dikompensasikan dengan “gorengan bola” yang sangat lincah dan operan tik-tak cepat yang sangat teliti terutama pada diri Soetjipto.


Pelatih Werder, Brocker selanjutnya memuji pemain-pemain Indonesia yang dari segi teknis “perfect”, sangat pandai menguasai bola dan gesit. Selama main dalam kompetisi “seizum” 1965, Werder tak pernah kebobolan gol sebanyak lima. Padahal dalam melawan Indonesia telah mengajukan pasangan yang terkuat banyak di antaranya pemain-pemain tim nasional Jerman Barat. Oleh karena itu, Brocker memuji sistem permainan Indonesia yang sering memberikan “long passing” dari sayap ke sayap yang lain. Menurut pelatih Werder ini pertandingan berlangsung dengan mutu tinggi, berjalan cepat dan sama sekali tidak menjemukan. Semua gol yang dicetak, baik oleh Werder maupun Indonesia adalah “gol-gol ideal” yang tidak dapat dilihat tiap hari.


Wasit Redelfs yang juga diwawancarai wartawan “Antara” mengatakan bahwa pertandingan telah berlangsung dengan fair. Ia mengatakan bahwa Indonesia merupakan kesebelasan terkuat di Asia Timur. “Saya yakin setiap klub sepakbola Jerman Barat akan bersedia menerima pemain-pemain seperti Soetjipto dan Max, yang sangat berkualitas”. Kedua pemain Indonesia ini memang paling banyak mendapat tepuk tangan riuh setiap kali ia “menggoreng bola” dan “menipu” para pemain belakang Werder Bremen yang tinggi besar itu.


• Disarikan dari buku: Cardiyan HIS, “PSSI Tempo Doeloe Hebring”, Pustaka Dinamika Mediatama, Jakarta, 1988.

Read more...

Kesebelasan Indonesia lawan Uni Soviet

Oleh Cardiyan HIS



If there was an Olympic Medal awarded for courage, tenacity and refusal to admit inferiority, the INDONESIAN SOCCER TEAM would have won it hands down yesterday at Olympic Park. They confounded experts, amazed the spectators and worried the Russian team a scoreless draw, even after extra time had been ordered. It was the most fantastic soccer match I have ever seen. (Bill Fleming, senior soccer writer at the AGE news paper, Australia, 30 November 1956).



Hari yang sudah lama dinanti-nantikan akhirnya telah tiba. Stadion Olimpiade ke XVI di Melbourne pada tanggal 29 Nopember 1956 telah dipenuhi penonton yang akan menjadi saksi pertandingan antara favorit juara Uni Soviet (Rusia sekarang) melawan kekuatan Asia yakni negara tetangga Australia; INDONESIA !!!!


Sebelum pertandingan berlangsung, beberapa pemain inti Indonesia didera cedera. Dipastikan mereka tidak bisa tampil yakni Ramli (asal PSMS Medan), Rukma dan Ade Dana (keduanya berasal dari Persib Bandung disamping Danu dan kapten Persib dan tim nasional Indonesia Aang Witarsa). Padahal ketiga pemain ini boleh dikatakan pemain ulung yang nyaris tak tergantikan. Padahal lawan yang akan dihadapi adalah Uni Soviet yang dua hari sebelumnya baru saja mengalahkan favorit lainnya yakni Jerman dengan skor 2-1.


Pelatih Indonesia asal Yugoslavia; Tony Pogacknik harus putar otak. Dimanakah sebenarnya letak keunggulan Uni Soviet? Yang pasti ialah secara perseorangan mereka masing-masing adalah jauh lebih ahli atau lebih mahir dari pada pemain-pemain Indonesia. Pun di dalam hubungan keseluruhannnya, mereka lebih utuh, dan kokoh. Napas mereka lebih panjang, larinya lebih cepat, tendangannya lebih keras, orangnya tentu saja lebih besar dan lebih kuat pula dari pada pemain-pemain Indonesia. Ini belum lagi terhitung kelebihan mereka dalam hal teknik dan taktik permainannya. Jadi pendek kata, Indonesia harus ekstra waspada.


Sungguh pun demikian, Tony masih dapat menemukan kekurangan mereka. Dan yang pasti ketika melawan Jerman, jarang terlihat tembakan-tembakan yang jitu dan membahayakan gawang Jerman. Kebanyakan tendangan keras mereka kalau tidak menyamping ke gawang, ya jauh melambung di atas gawang Jerman. Dua gol yang tercipta pun sepenuhnya merupakan keunggulan permainan individu pemain Uni Soviet, bukan hasil permainan kolektif melalui sett-piece yang cantik.



Taktik Indonesia: Pertahanan Diperkuat


Satu-satunya jalan ialah kita harus memperkuat barisan pertahan kita, sekokoh-kokohnya. Dan siasat tersebut ternyata berhasil diterapkan dengan bagus oleh para pemain Indonesia. Barisan kita di belakang, dibuat berlapis-lapis. Yaitu: tiga orang back sejajar, membujur dari kanan ke kiri, terdiri dari Rasyid-Kiat Sek-Chaeruddin. Benteng ini sungguh kuat dan lincah sekali dalam gerakan-gerakannya, seperti penjalin yang dapat dibengkok-bengkokka n dan dapat dipentalkan kembali. Inilah sebenarnya barisan atau lapisan terakhir yang membentang di depan gawang Saelan.


Sebelum lapisan ini, maka membentang pula suatu pagar, yang melintas di depannya, siap menerima pukulan-pukulan yang pertama dari Uni Soviet. Dan pagar yang sangat gigih ini terdiri dari pemain-pemain yang sangat ulet, yaitu Siang Liong-Him Tjiang-Liong Houw. Jadi sebelum bola dapat mendekati pada gawang Indonesia, terlebih dahulu harus dapat melewati pagar ini, kemudian sampailah kepada benteng yang kedua. Dan biasanya, di sini barisan penyerbu lawan sudah kehilangan daya kekuatannya. Karena sudah mendapatkan rintangan-rintangan dalam dua lapisan berturut-turut.


Kemudian untuk dapat menghubungkan antara depan dan belakang, maka harus ada salah seorang yang benar-benar dapat menyelenggarakan tugas yang sangat berat tersebut. Yaitu orang yang benar-benar mempunyai daya tahan dan napas yang sangat kuat karena dia harus berkeliaran ke segala tempat yang diperlukan, baik ke belakang maupun ke depan bahkan jika perlu harus ikut bertahan atau ikut menyerang pula. Orang yang dipercaya Tony Pogacknik sebagai “tukang pikul air” ini adalah Ramlan.


Dan tinggalah sekarang ketiga pemain depan terdiri dari kapten tim Aang Witarsa, Danu dan Ramang. Pemain-pemain ini adalah pemain pilihan tentu saja karena merupakan pemain yang sangat cepat, berani dan mempunyai tendangan keras dan jitu. Sebab mereka hanya bertiga harus melawan 4 atau 5 pemain belakang lawan. Sayanglah karena Danu badannya tidak fit benar, maka kekompakan yang diharapkan dari barisan penyerang ini kurang memberikan hasil optimal.


Maka taktik pertahanan yang diperkuat menjadi pilihan akhir. Taktik semata-mata hanya untuk memperoleh pertahanan yang sangat kuat; “apa boleh buat diperuntukkan untuk mempertahankan diri agar supaya lolos dari kekalahan”.


Dalam pertandingan itu Uni Soviet telah menendang bola ke luar melalui garis gawang (out keeper) sebanyak 46 kali. Menembak 20 kali yang dapat ditangkap dengan gemilang oleh penjaga gawang Saelan. Uni Soviet memaksakan tendangan penjuru sebanyak 23 kali!


Dan di perpanjangan waktu 2x15 menit, penyerang-penyerang Uni Soviet yang sudah kehilangan akal untuk membobol gawang Indonesia, maka dengan segala cara mencoba memforsir satu penalti. Yaitu ketika ada kemelut di depan benteng Indonesia, maka penyerang mereka sengaja menjatuhkan diri seolah kesakitan luar biasa. Tetapi untunglah wasit tidak dapat dipengaruhinya, seperti ditulis reporter the SUN: “ ....in sheer desperations at one stage, the Russian tried to force a penalty kick decisions in their favour, but desisted when the referee failed to impressed ....”


Dan akhirnya Indonesia pun tetap berhasil menahan raksasa Uni Soviet dengan skor 0-0.


Dalam pertandingan ulangan keesokan harinya, Uni Soviet berhasil mengalahkan Indonesia -----yang pemain-pemainnya telah cedera dalam pertandingan semalam namun tetap dipaksakan tetap bermain, karena Ramli, Rukma dan Ade Dana pemain sebelumnya juga tak dimainkan ditambah Danu yang cedera pada pertandingan semalam---- dengan skor 4-0. Uni Soviet pula akhirnya yang menjuarai Olimpiade ke XVI di Melbourne, setelah di final mengalahkan Yugoslavia dengan skor 1-0.


Bahan: Cardiyan HIS, “PSSI Tempo Doeloe Hebring”, Penerbit Pustaka Dinamika Mediatama, Jakarta 1988.

Read more...

Final Sepakbola Persib vs PSMS 1985

Oleh: Cardiyan HIS



Bagaimana Berusaha Menjadi Orang Sportif? Sementara sekarang Bobotoh menuntut Persib menang terus. “Kalau harus menang terus mah atuh Persib juara dunia”, kata Pak Ateng Wahyudi, mantan Ketua Umum Persib dan Walikota Bandung.



Adakah sejarah pertandingan sepakbola di Indonesia yang sangat bermutu tinggi? Pertandingan yang sekaligus menguras emosi penonton tetapi semua pihak yang terlibat tetap menjunjung tinggi sportifitas, sehingga tak terjadi kerusuhan?

Ada. Tetapi sangat langka. Dan yang langka itu adalah "Final Persib vs PSMS 1985". Saya yakin ini merupakan pertandingan sangat heroik dalam sejarah sepakbola Indonesia setelah partai berkelas dunia kesebelasan nasional Indonesia melawan Uni Soviet di Olimpiade Melbourne 1 Desember 1956, dimana Indonesia berhasil menahan Uni Soviet dengan 0-0. Kemudian pertandingan Pra Olimpiade Montreal tahun 1976, dimana kesebelasan nasional Indonesia harus tersingkir oleh Korea Utara lewat adu penalti. Mengapa dipilih pertandingan "Final Persib vs PSMS 1985"? Karena alasan sebagai berikut:


Pertama; Bagaimana Persib yang sudah ketinggalan 0-2 dari PSMS di babak pertama, dapat menyamakan kedudukan 2-2 melalui penalti Iwan Sunarya. Dan gol kelas dunia Ajat Sudrajat melalui sundulan kepala yang sangat indah dari sedikit saja dari luar kotak penalti PSMS, menyambut tendangan sudut Iwan Sunarya. Sundulan Ajat yang cukup jauh jaraknya untuk ukuran sebuah gol dengan kepala ini menerpa mistar bagian dalam PSMS Medan. Sehingga kiper hebat Ponirin Mekka sampai bengong tak bereaksi. Soetjipto "Gareng" Soentoro, bintang PSSI di era 1960-an dan awal 1970-an yang jadi komentator melalui RRI Jakarta ketika itu, menyebutnya sebagai gol spektakuler yang berkelas dunia. Mirip golnya Paul Mariner di English League, goal getter timnas Inggris tahun 1970an......


Kedua; Dari segi penonton benar-benar rekor dunia pula. Bayangkan stadion Senayan yang dalam keadaan normal berkapasitas 110.000 orang ketika itu (belum direnovasi seperti sekarang yang kapasitasnya menjadi 88.000 kursi) dipaksakan melampaui kapasitasnya. Baru dalam sejarah Senayan penonton dibolehkan nonton sampai luber ke pinggir lapangan, tempat biasanya para anak gawang memungut bola out. Menurut buku Asian Football Confederation (AFC) terbitan 1987, pertandingan ditonton oleh 150.000 orang yang merupakan pertandingan terbesar dalam sejarah pertandingan amatir di dunia (waktu itu masih kejuaraan Perserikatan, bukan Liga Super Indonesia seperti sekarang ini).


Ketiga; Meskipun penontonnya demikian banyak, kedua suporter tak saling bentrok sepanjang pertandingan berlangsung. Dan ternyata para suporter Persib khususnya tetap sportif menerima kekalahan dari PSMS untuk kedua kalinya pada final melalui adu penalti setelah pertandingan diperpanjang 2x15 menit skor tetap 2-2. Ya Persib kalah untuk kedua kalinya karena tahun 1983 Persib kalah juga dari PSMS melalui adu penalti setelah perpanjangan waktu. Pasca pertandingan tak terjadi kerusuhan sedikit pun. Padahal kerusuhan menjadi kejadian biasa belakangan ini bahkan eksesnya merembet sampai ke luar lapangan sehingga menjadi liar dan memakan korban jiwa dan harta benda. Bobotoh Persib pulang ke Jawa Barat (Banten masih masuk Jawa Barat) dan juga bobotoh yang tinggal di Jabotabek, dengan hati sangat sedih. Tetapi mereka tetap lapang dada. Mengapa? Karena Ajat Sudrajat dan kawan-kawan kalah sangat terhormat setelah berjuang sampai keringat terakhir tak menetes lagi. Atau dalam kata-kata mantan kapten tim nasional Ronny Patinasarani "Persib menang teknik dalam pertandingan final ini tetapi kalah mental dibanding PSMS". Luar biasa.


Keempat; Pasca pertandingan Persib-PSMS ini perseteruan di lapangan berlanjut ke persahabatan di luar lapangan. Pemain-pemain Persib diundang untuk memperkuat PSMS memenuhi undangan Singapura untuk turnamen Piala Merlion. Maka Ajat Sudrajat, Kosasih, Robby Darwis, Sukowiyono dan Iwan Sunarya beberapa minggu mencicipi latihan bersama Ponirin dan kapten Sunardi A dkk di stadion Teladan, Medan. Penonton Medan mengelu-ngelukan Ajat Sudrajat sebagai "Soetjipto Soentoro Baru".


Pertandingan ini sangat sarat dengan pelajaran berharga bagaimana sebuah sportifitas sebaiknya dikembangkan secara baik dan dewasa; penuh kekeluargaan seperti ciri budaya Bangsa Indonesia ketika itu. Sekarang di Bandung; banyak bobotoh Persib sudah juga anarkis meniru “koleganya” Bonek Persebaya Surabaya dan Jakmania Persija. Kalau dulu teriakan bobotoh “Persib Butut... Persib Butut” merupakan kritik mujarab membalikkan keadaan di lapangan menjadi Persib yang hebring lagi. Maka sekarang sudah berubah; “Persib Butut, Bobotoh Juga Butut”. Bobotoh menuntut Persib menang terus. “Kalau harus menang terus mah atuh Persib juara dunia”, kata Pak Ateng Wahyudi, mantan Ketua Umum Persib dan Walikota Bandung. Dunia memang sudah berubah, sehingga perilaku suporter juga berubah? Perlu penelitian para ahli psikologi massa dari Unpad atau UI barangkali.


SEMENTARA itu. Bumbu lain setelah pertandingan Persib vs PSMS 1985 ini, Ajat "dibawa kabur" oleh seorang selebritis ke sebuah hotel berbintang. Konon katanya mau "dikasih hadiah". Entah hadiah kecupan mesra atau apa. Yang benar menurut pengakuan Ajat kepada saya ketika menulis biografinya (Muhamad Kusnaeni dan Cardiyan HIS, "Intinya Pemain Inti untuk PSSI", Penerbit Gemadinamika Mediatama, Jakarta 1987):


"Ah, Kang, saya mah cuma nonton film Kungfu di bioskop hotel Kartika Chandra bersama Hetty Kus Endang". Hetty yang masih jomlo ketika itu; malah "nyengir" ketika dicegat wartawan; "Ah enggak, saya mah ngan ngajak Ajat nonton pelem supaya melupakan kekalahan maen bola. Paling rencana kedepan saya dengan Ajat mau berduet nyanyi untuk rekaman tahun ini .....".


Hidup Persib. Hidup PSMS.


*Cardiyan HIS juga menulis artikel dan buku sepakbola antara lain: "PSSI Tempo Dulu Hebring"; "Si Gareng Menggoreng Bola, Sebuah Biografi Soetjipto Soentoro"; dan bersama Muhamad Kusnaeni; "Intinya Pemain Inti untuk PSSI, Sebuah Semi Biografi Ajat Sudrajat dan Ricky Jacobi".

Read more...

Manajemen milis Senyum-ITB

>> Tuesday, July 28, 2009

Manajemen & Aturan milis Senyum-ITB



1. Manajemen


Alamat web: http://groups.yahoo.com/group/Senyum-ITB
Alamat Senyum-ITB Twitter : http://twitter.com/Senyum_ITB
Alamat Senyum-ITB Facebook : http://www.facebook.com/pages/Senyum-ITB/100802856927

Email pengelola/moderator : Senyum-ITB-owner@yahoogroups.com

Ganti email / Cara berlangganan :
a. Untuk ikut berlangganan milis Senyum-ITB, kirim email kosong ke Senyum-ITB-subscribe@yahoogroups.com
Untuk ganti email, silahkan kirim dari alamat email baru Anda ke Senyum-ITB-subscribe@yahoogroups.com
b. Untuk berhenti berlangganan milis Senyum-ITB, kirim email kosong ke Senyum-ITB-unsubscribe@yahoogroups.com
Untuk ganti email, silahkan kirim dari alamat email lama Anda ke Senyum-ITB-unsubscribe@yahoogroups.com

Pengaturan mode cara terima email dari milis Senyum-ITB:
a. Untuk mode terima normal (individual emails), kirim email kosong ke Senyum-ITB-normal@yahoogroups.com
b. Untuk mode terima ringkasan (daily digest), kirim email kosong ke Senyum-ITB-digest@yahoogroups.com
c. Untuk mode parkir/baca di web milis Senyum-ITB/non-aktif sementara (no mail), kirim email kosong ke Senyum-ITB-nomail@yahoogroups.com


2. Aturan

Supaya milis Senyum-ITB semakin nyaman dan berguna bagi anggota-anggotanya,
inilah aturan-aturan dalam bermilis di Senyum-ITB.
Pelanggaran akan dikenakan sanksi status moderasi selama 1 (satu) bulan.

Aturan-Aturan :
- Politik & SARA (Suku, Agama, dan Ras) dibahas Senin, Selasa saja
- Email bermutu, orisinal, kreatif, dan konstruktif sangat diutamakan
- Email ide, iptek, desain, seni diutamakan sesuai bidang di ITB
- Email tentang Mesin, Arsitek, Elektro, Kimia, Minyak, dll diutamakan
- Dilarang iklan kecuali hari Jumat Promosi, ada tarif iklan untuk hari lain
- Jika forward email, tolong edit supaya judul dan topik tetap menarik
- Berikan nama identitas pengirim yang jelas
- Dilarang mengirim email satu baris tanpa identitas jelas
- Dilarang memakai Huruf Besar semua untuk subyek/judul email
- Lampiran di bawah 150 KB per email
- Ganti subyek jika topik diskusi berubah supaya tidak membosankan
- Komposisi berita baik 80% dan berita buruk 20%
- Moderator akan interupsi jika ada 3 anggota mundur kurang dari 24 jam
- Jika terganggu email tertentu, lapor ke Senyum-ITB-owner@yahoogroups.com

Aturan-Aturan akan terus disempurnakan supaya milis Senyum-ITB semakin
nyaman dan berguna. Silahkan saling mengingatkan.

Selamat mengirim email konstruktif ke milis Senyum-ITB.
Bermilis-ria yang nyaman dan berguna yuk yuk yukkk :-)
Mau? Mau? Mau? Ya Ya Ya lah yauwww ;-))



Read more...

Pelajaran dari Korsel dan Terima Kasih BJ Habibie

Oleh Cardiyan HIS



Liputan6.com, memberitakan Moon Jae In, pengacara Roh Moo-Hyun, menyatakan mantan Presiden Korea Selatan itu meninggalkan surat wasiat singkat buat keluarganya. Seorang mantan pembantunya mengatakan, Roh meninggal setelah melompat dari batu usai meninggalkan surat bunuh diri. "Presiden Roh melompat dari batu karang di gunung di belakang Desa Bongha," kata Moon yang juga mantan kepala sekretariat presiden, Sabtu (23/5).


Tragedi ini terjadi setelah Roh mendaki gunung bersama seorang pembantu di dekat tempat tinggal di masa pensiunnya di Bongha, Gimhae, dekat pantai di bagian tenggara negeri tersebut. Roh menderita luka parah di kepala dan meninggal setelah dipindahkan dari rumah sakit kecil ke rumah sakit besar di Kota Busan.
Namun, polisi Korsel menyatakan masih menyelidiki apakah Roh, yang memangku jabatan presiden 2003-2008, benar bunuh diri. "Kami sedang menyelidiki apakah ia (Roh) jatuh karena kecelakaan atau melakukan bunuh diri," kata juru bicara Departemen Polisi Nasional Korsel.


Roh kini tengah diperiksa terkait kasus skandal suap saat menjabat presiden 2003-2008. Penyelidikan dipusatkan di seputar pembayaran bernilai US$ 1 juta kepada istri Roh dari seorang pengusaha sepatu kaya. Pembayaran oleh orang yang sama dengan jumlah US$ 5 juta juga diterima suami salah seorang kemenakan Roh, Yeon Cheol-Ho.


SEMENTARA itu dari Indonesia, BJ Habibie, Presiden RI ke tiga mengajarkan kepada kita bahwa menjadi Presiden RI itu bukan segalanya. Kita menyaksikan bagaimana dengan jiwa besar BJ Habibie yang baru beberapa hari saja ditolak pertanggung-jawabannya oleh MPR hadir pada acara pelantikan Gus Dur sebagai Presiden RI ke empat dengan wajah yang sangat ceria. “Malam ini saya sangat bahagia karena ternyata demokrasi telah menang”, kata BJ Habibie dengan tulus.
Lepas dari segala kekurangannya antara lain “terlalu baik dan lemah” terhadap sahabat-sahabat yang kemudian dipilihnya menjadi “inner cycle” yang ternyata bukan menjadi solusi tetapi malah menjadi beban.


Ya, kalau kita mau jujur dan berjiwa besar, BJ Habibie telah memberikan pelajaran tentang arti demokrasi yang santun dan ilmiah. Dia telah memberikan kebebasan pers yang sangat luar biasa. Dia telah membebaskan semua tahanan politik. Dia telah membuat rupiah berjaya dari Rp. 17.000.-/US$ menjadi Rp. 6.500.- /US$ sehingga membuat Lee Kuan Yew dengan jiwa besar minta maaf karena Lee dengan lantang dan pongah telah meramalkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap US Dollar akan mencapai Rp. 25.000.- bila BJ Habibie terus menjadi Presiden RI. Dia telah membuat inflasi 76% takluk menjadi 6% saja. Dia telah melakukan inisiasi Pemilu pertama pada jaman Reformasi diselenggarakan lebih cepat meskipun dia sebenarnya masih berhak meneruskan periode sisa jabatannya sebagai Presiden RI sampai 2003; dan ternyata Pemilu berlangsung begitu lancar, bebas rahasia dan jujur.


Dan yang tak kalah menariknya adalah kata-kata guru bangsa DR. Nurcholis Madjid kepada para peserta pengajian yayasan Paramadina: “Mungkin BJ Habibie satu-satunya atau setidaknya salah seorang dari sedikit pejabat tinggi negara yang tidak mencuri sepeser pun kekayaan negara. Malahan dia memberikan semua gaji yang diperolehnya bertahun-tahun untuk kegiatan sosial dan beasiswa”.


Sebuah pembelajaran bagi para Calon Presiden-Wakil Presiden RI sekarang dan yang akan datang.

Read more...

Amerika Ultah dan Kesetaraan Indonesia via Diplomasi ala Siti Fadilah Supari

Oleh Cardiyan HIS




Amerika Serikat Ulang Tahun ke 233 pada 4 Juli 2009 hari ini. Ada masanya Amerika Serikat berbulan madu dengan Indonesia. Misalnya pada akhir tahun 1930-an ketika Indonesia berjuang untuk mewujudkan kemerdekaannya, AS menekan agresitivitas Belanda. Begitu pula pasca Kemerdekaan yakni tahun 1945-1949, AS menjadi "sponsor" bagi pengukuhan kembali kedaulatan Indonesia dari intervensi curang Belanda; antara lain melalui Perjanjian Linggarjati, Perjanjian Renville dan Perundingan Meja Bundar di Den Haag. Pembebasan Irian Barat dari Belanda juga sedikit banyak karena tekanan Presiden AS, JF Kennedy untuk menekan pemerintah kerajaan Belanda untuk tidak menggerakkan mesin perangnya.


Dan masa-masa buram hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat juga cukup banyak. Misalnya campur tangan AS dengan mendukung pemberontakan PRRI dan Permesta meskipun berujung kegagalan. Begitu pula penjajahan dalam bentuk baru AS melalui tangan-tangan multi national corporation (MNC) telah menguras sumberdaya alam Indonesia secara tidak adil dan tidak beradab. AS melalui perpanjangan tangannya di lembaga-lembaga keuangan multilateral seperti World Bank, IMF telah menjadi dokter yang menjerumuskan Indonesia ke jurang kematian.


Bagaimana Indonesia sekarang di Ulang Tahun Kemerdekaan AS ke 233 di bawah Presiden Barrack Obama? Semua tergantung kepada Indonesia sendiri. Kalau prinsip kesetaraan tetap teguh dipegang maka Indonesia tak perlu merasa rendah diri dengan AS. Dan Indonesia sebenarnya sangat bisa melakukannya. Indonesia punya pengalaman soal itu.


Yang masih sangat aktual dan tengah berlangsung adalah Diplomasi Virus Flu Burung (H5N1) oleh Menteri Kesehatan RI, Dr. Siti Fadilah Supari yang berhasil membongkar kejahatan Amerika Serikat dalam mekanisme virus sharing melalui perpanjangan tangannya GISN (Global Influenza Surveillance Network) di WHO. Keberhasilan Indonesia ini hendaknya dijadikan preseden bagus dan dijadikan salah satu model dalam diplomasi tingkat dunia yang harus terus dijaga momentumnya oleh Indonesia.


Melalui terobosan diplomasi Siti Fadilah Supari ini, kini Indonesia dipercaya oleh ratusan anggota WHO termasuk Inggris, Australia, Jerman, Perancis untuk mempreteli kepentingan jahat Amerika Serikat dalam mekanisme virus sharing ini. Sidang tertinggi para menteri-menteri kesehatan sedunia atau World Health Assembly (WHA) di Jenewa, Swiss pada 18-22 Mei 2009 telah menghasilkan resolusi yang menginstruksikan Dirjen WHO memfinalisasi "Benefit Sharing" dan "Standard Material Transfer Agreement" (SMTA). Proses finalisasi itu harus selesai dan selanjutnya dilaporkan pada sidang ke 126 Executive Board WHO pada Januari 2010 yad.


Baru dalam sejarah diplomasi dunia pasca Bung Karno lengser, Indonesia berdiri sejajar lagi dengan Amerika Serikat. Ini membuat anggota-anggota delegasi Indonesia begitu bangga bisa "head to head" di forum dunia WHO melawan kejahatan Amerika Serikat. Ini bukan hanya kemenangan bagi Indonesia tetapi juga kemenangan bagi Peradaban Manusia di Dunia agar terbebas dari konspirasi jahat Amerika Serikat dengan para multinational corporation industri farmasi.

Selamat berhari Merdeka Amerika Serikat dan selamat Bersetara Indonesia di mata Dunia!!!

Read more...

Mari Kita Cari 600 Siswa Cerdas Miskin untuk ITB

Oleh Cardiyan HIS



Indonesia ini memang anomali. Ternyata sulit mencari anak cerdas miskin. Dari kewajiban ITB sebagai PTN BHP untuk menyediakan 20% atau 600 calon mahasiswa cerdas miskin dari total 3.000 calon mahasiswa baru, hanya 51 orang saja baru berhasil dijaring ITB. Perlu kampanye kreatif dan agresif jemput bola sampai ke gang-gang becek dan ke seluruh pelosok Indonesia .



Baru saja saya ditilpun Rektor ITB, Prof. Djoko Santoso. Ia ingin meluruskan tentang tulisan saya yang dikutip ratusan blog dan mailist, yang pertama kali dimuat di www.politikana.com berjudul; “Kembalikan Kursi SNMPTN 2009 kepada yang Berhak”.


Menurut Prof. Djoko Santoso, ITB justru kesulitan untuk mencari 600 siswa lulusan SMU yang cerdas miskin. Angka 600 ini adalah bukti kekonsistenan ITB sebagai PTN berstatus BHP yang mensyaratkan 20% dari total penerimaan mahasiswa baru ITB yang seluruhnya 3.000 orang, harus untuk calon mahasiswa cerdas miskin.


Jumlah mahasiswa cerdas miskin ini baru berhasil dijaring sejumlah 23 orang melalui Ujian Saringan Masuk (USM) ITB 2009. Dan 28 orang melalui seleksi “Beasiswa ITB untuk Semua” 2009. Menurut Prof. Djoko Santoso, profil mereka adalah anak-anak rakyat Indonesia cerdas tetapi orang tuanya miskin. Profil orang tua mereka adalah tukang bakso, penjual nasi pinggir jalan, pemilik kios warung kecil, pembantu rumah tangga, petani musiman, nelayan, tukang gali tanah, tukang bangunan, sopir angkot, anak calo bisnis kelas teri, pensiunan tentara dan polisi pangkat prajurit, anak Satpam, guru ngaji, pensiunan guru SD dan lain-lain.


Melihat total calon mahasiswa cerdas miskin yang berhasil dijaring ITB hanya 51 orang dari 600 orang untuk kursi yang tersedia. Maka saya sarankan agar ITB lebih agresif lagi dan lebih kreatif lagi dalam menginformasikan dan menggerakkan minat masyarakat untuk masuk ITB tanpa biaya sepeser pun selama dia kuliah di ITB dan seluruh biaya hidup ditanggung ITB sampai lulus.


Kita harus jemput bola, dari pintu ke pintu agar informasi soal undangan ITB bagi para siswa cerdas miskin ini sampai kepada sasarannya. Bila informasi ini yang disebar luaskan langsung oleh para relawan penuh idealisme, paling tidak ada keberanian anak cerdas miskin untuk menyimaknya lebih jauh. Bila keingintahuannya terpuaskan, maka pada mereka akan tumbuh harapan. Bila harapan sudah ada ini sudah merupakan 90% keberhasilan mendorong anak untuk melanjutkan kuliah. Dan ITB telah mengundangnya bagi mereka yang berhak; siswa cerdas miskin.


Mungkin selama ini masyarakat miskin sudah takut dengar nama ITB sendiri sebelum mereka mau mendaftar. Yang mereka tahu, ITB itu yang paling mahal biaya formulir pendaftarannya yakni Rp. 850 ribu. Nah, kalau ia seorang pembantu berarti dia harus menyerahkan seluruh pendapatannya dua bulan gaji untuk beli formulir seleksi masuk ITB. Belum untuk urus sana urus sini. Pokoknya berat di ongkos. Sedangkan biaya untuk hidup keluarga mana?


Pengalaman spesifik perjuangan dengan segala kendalanya dalam menyeleksi USM ITB dan “Beasiswa ITB untuk Semua” 2009, ada baiknya ditulis dan dijelaskan secara panjang lebar kepada media cetak dan elektronik lokal maupun nasional. Setidaknya ini akan menggugah para alumni ITB yang jumlahnya puluhan ribu atau siapa saja anggota masyarakat yang peduli pendidikan untuk memberikan saran dan idenya. Syukur-syukur mau jemput bola, siapa tahu anak pembantunya cerdas, siapa tahu anak Satpam di lingkungannya pinter; siapa tahu anak supirnya juga otaknya moncer. Syukur-syukur ia sendiri mau menyumbang.


Sebab menurut Betti Alisjahbana, yang mengkoordinasikan program “Beasiswa ITB untuk Semua” (Info bagi peminat beasiswa di http://www.itbuntuksemua.com/infopeminat). Sebelum pulang kampung, pak Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI berkenan membantu penggalangan dana melalui goresan pertama di dua lukisan seniman ITB pada 23 Juli 2009. Kemudian pada 24 Juli 2009, Betti Alisjahbana mendapat konfirmasi donasi “Beasiswa ITB untuk Semua” dari Pertamina sejumlah Rp. 1.000.000.000. Selain itu seorang alumni ITB (Haminanto Adinugraha) baru saja menyumbangkan Rp. 100.000.000 ke pundi-pundi “Beasiswa ITB untuk Semua”. Dengan demikian total komitmen donasi yang sudah kami dapat adalah Rp. 4.200.000.000. Dana ini cukup untuk membiayai 42 mahasiswa sampai lulus dari ITB (perkiraan biaya per mahasiswa lebih kurang Rp. 100 juta). Sementara hasil seleksi untuk calon mahasiswa cerdas miskin ternyata hanya 28 orang.


Mari kita cari terus siswa cerdas miskin sampai ke gang-gang becek, ke seluruh pelosok Nusantara. Mereka inilah yang diprioritaskan masuk ITB gratis sampai lulus. Permintaan ITB dan para donatur hanya satu, bagi mereka yang diterima jadi mahasiswa ITB kelak diharapkan menjadi agen perubahan di lingkungan sosial tempat asalnya.

Read more...

Kembalikan Kursi SNMPTN 2009 kepada yang Berhak

>> Sunday, July 26, 2009

Oleh Cardiyan HIS




Rektor UGM terus-menerus didemonstrasi mahasiswanya. Sebagai kampus yang dijuluki oleh alumninya sendiri sebagai “Kampus Ndeso”, kini UGM, Yogyakarta, dianggap para mahasiswanya sebagai “Kampus Matre”. Karena menurut mereka, UGM telah mengkhianati cita-cita luhur para pendiri kampus UGM sebagai “Kampus Kerakyatan”. Bayangkan untuk dapat diterima di Fakultas Kedokteran UGM -----nomor 1 di Indonesia, nomor 16 di Asia dan nomor 106 di dunia versi Time Higher Education QS (UK) tahun 2008 (Dunia) dan tahun 2009 (Asia)----- calon mahasiswa baru harus membayar minimal Rp. 145 juta, setelah lulus seleksi masuk jalur khusus UGM. Padahal bila lulus melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM “hanya” membayar sekitar Rp. 10 juta saja seperti mahasiswa reguler lainnya.


UGM memang termasuk PTN yang paling sedikit memberikan kuota mahasiswa baru melalui jalur SNMPTN 2008 yakni hanya 240 kursi! Berarti UGM menduduki jumlah kuota nomor 53 dari 57 PTN yang bergabung pada SNMPTN 2008. Padahal jumlah yang melamar ke UGM melalui jalur SNMPTN adalah sangat banyak. Maka UGM memiliki tingkat Keketatan Persaingan tertinggi yakni untuk setiap empat kursi UGM diperebutkan oleh 100 orang.


Kemudian dengan melihat kepada kinerja kualitas dari para calon mahasiswa baru berdasarkan indikator Nilai Rataan, Standar Deviasi, Nilai Minimum dan Nilai Maksimum. Maka indikator tersebut dapat dilihat homogenitas datanya dengan menggambarkan sebaran datanya pada Distribusi Normal. Ternyata terlihat bahwa calon mahasiswa baru yang diterima di UGM melalui jalur SNMPTN adalah sangat bagus. Untuk kelompok IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), Nilai Rataan mahasiswa yang diterima di UGM adalah nomor 1 yakni 835,51; jauh meninggalkan berturut-turut UI (dengan nilai 788,51); Unair (738,23), Undip (717,67), UNS (685,04) dan Unpad (683,78). Sedangkan untuk kelompok IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dengan nilai 774,09, calon mahasiswa baru UGM adalah nomor 2; kemudian di bawahnya berturut-turut Unair (742,60); UI (732,20); ITS (709,86) dan UNS (681,0). ITB ada pada posisi nomor 1 untuk kelompok IPA dengan Nilai Rataan tertinggi yakni 826,01 (Data diperoleh penulis langsung dari Wakil Rektor Senior ITB bidang Akademis, Prof.Ir. Adang Surahman, PhD).


“Fenomena UGM” menjadi sangat menarik. Mengapa? Karena saat ini daya tampung jalur SNMPTN menjadi salah satu aspek sangat penting. Ini mengingat setelah adanya Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan kemudian Badan Hukum Pendidikan (BHP) telah terjadi trend dimana banyak PTN membuka jalur khusus dengan harga khusus pula. Dipastikan para peserta dan calon mahasiswa yang diterima kemudian, hanya berasal dari kalangan orang-orang kaya saja. Banyaknya jalur khusus ini, jelas secara matematis telah menggerogoti jumlah kuota mahasiswa cerdas tapi miskin orangtuanya yang terkonsentrasi memilih jalur SNMPTN karena pembiayaannya relatif jauh lebih murah.
Dan meskipun ITB, Bandung, misalnya, berkilah dengan menyebut bahwa jalur khusus Sekolah Bisnis Manajemen (SBM) ITB lebih sulit seleksinya dibanding jalur SNMPTN, karena ada Tes Psikologi dan Tes Potensi Akademis di samping Tes Tertulis Matematika, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Namun ITB tak bisa mengelak bahwa biaya masuk SBM ITB bagi calon mahasiswa yang diterima yakni sebesar Rp. 85 juta adalah salah satu bagian juga dari upaya “kejar setoran”. Mengapa? Karena untuk jalur SNMPTN, mahasiswa baru ITB “hanya” membayar Rp. 7,5 juta saja.


ITB, UGM, UI dan PTN papan atas lainnya juga telah mengingkari fakta. Bahwa selama ini “jalur gemuk” SNMPTN, yang dimulai pada tahun 1989 dengan nama Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) kemudian berganti-ganti nama -----antara lain terakhir SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) sejak 2002, sebelum berganti nama SNMPTN sejak tahun 2008 hingga sekarang ini----- adalah seleksi yang sangat berkualitas, kredibel, dan efisien. Secara akademis hasilnya berkualitas tinggi karena calon mahasiswa yang diterima adalah mereka yang berhak atas kecerdasannya dan tidak ditentukan atau tidak diembel-embeli lagi oleh tebal tidaknya kantung orangtua calon mahasiswa. Kredibel karena penyelenggaraannya dilakukan sangat jujur, dimana secara nasional dari Aceh sampai Papua tidak pernah ada kasus kebocoran soal ujian; dan bahwa ada kasus joki pun telah berhasil ditindak secara pidana; sehingga tidak mempengaruhi hasil secara keseluruhan. Efisien dan hemat secara ekonomi karena setiap calon tidak perlu mendatangi masing-masing PTN yang menjadi pilihannya tetapi hanya cukup datang dan mendaptar kepada Panitia Lokal SNMPTN di PTN terdekat dengan domisili sang calon mahasiswa.


Disertasi DR. Toemin A. Maksoem yang berjudul “Hasil UMPTN Lebih Tajam dari pada Nilai Ebtanas Murni untuk Digunakan sebagai Kriteria Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri” yang dipertahankan di IPB, Bogor pada tahun 1996, telah membuktikan tentang kredibilitas seleksi UMPTN ini. Disertasi ini kemudian dibukukan dengan judul “Mana Yang lebih Dapat Diandalkan Ebtanas atau UMPTN” (Penerbit UI Press 1997) semakin membuka mata publik, bahwa Nilai Ebtanas Murni tidak dapat menggantikan UMPTN sebagai alat seleksi untuk memilih calon mahasiswa baru PTN.


Tak mengherankan bila komunitas pendidikan tinggi di dunia internasional pun sangat mengapresiasi kredibilitas penyelenggaraan UMPTN di Indonesia. Ini terbukti dalam kriteria Selektivitas Mahasiswa dalam ranking perguruan tinggi di Asia Pasifik versi majalah “AsiaWeek” (Hong Kong) , PTN-PTN Indonesia menduduki skor tertinggi yakni ITB nomor 1, UI nomor 5, UGM nomor 6, Undip nomor 19 dan Unair nomor 37 (“Time of Ferment”, Cover Story Education, Asia Week, 30 Juni 2000).


Kembalikan Kuota bagi Yang Berhak


Penyelenggaraan SNMPTN 2009 telah dilaksanakan pada tanggal 1-2 Juli 20009. Maka adalah sangat adil bila kuota atau kursi SNMPTN 2009 dikembalikan kepada yang berhak. Mumpung masih dalam proses penilaian sehngga belum diputuskan berapa jumlah yang diterima melalui jalur SNMPTN ini. Maka kita berharap, melalui jalur SNMPTN 2009 inilah PTN-PTN di Indonesia harus menyediakan kuota terbesar dari total kursi yang tersedia bagi calon mahasiswa semester baru nanti dibanding jalur seleksi mandiri dari masing-masing PTN yang telah ditetapkan penerimaannya.


Langkah Universitas Brawijaya (Unbraw), Malang dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, yang memberi kuota di atas 90% melalui jalur SNMPTN 2008 dari total kursi mahasiswa baru, perlu dihargai tinggi. Unbraw dan ITS telah memenuhi kewajiban moralnya untuk berpihak kepada calon mahasiswa cerdas tapi miskin orangtuanya. ITB -----sebagai PTN bidang Teknologi terbaik nomor 21 di Asia dan nomor 90 di dunia versi Time Higher Education QS 2008 (Dunia) dan 2009 (Asia)----- yang memberi kuota 80% pada SNMPTN 2008 hendaknya mengurungkan niatnya untuk menurunkan lagi kuotanya ke angka 70%. Bukankah ITB sebagai pemegang rekor perolehan calon mahasiswa terbaik kelompok IPA berturut-turut sejak tahun 1989 UMPTN diselenggarakan; ternyata telah memetik buahnya lebih awal antara lain terbukti para mahasiswa ITB telah memenangkan begitu banyak atribut keberhasilan pada berbagai kejuaraan karya ilmiah mahasiswa di tingkat dunia!


Bila SNMPTN telah terbukti bertahun-tahun sebagai seleksi yang secara akademis sangat berkualitas; kredibel dalam penyelenggaraannya dan sangat efisien secara ekonomis. Lalu mengapa PTN sebagai milik negara menutup mata tentang fakta ini?
Disinilah memang Pemerintah benar-benar telah cuci tangan! Pemerintah mengalihkan kewajiban mencerdaskan warga negaranya sesuai UUD 1945 menjadi beban masing-masing PTN dengan cara mereka disuruh “kejar setoran”. PTN selalu berkilah bahwa perolehan dana dari biaya masuk mahasiswa baru dan SPP mahasiswa reguler hanya bagian kecil saja dari sumber pembiayaan PTN dibanding sumber-sumber lainnya seperti perolehan Dana APBN, Jasa Riset Pesanan, Dana Kejasama, Hibah, Donasi Sponsor, dan lainnya. Sekarang kilah ini sudah tidak tepat lagi, karena nyata-nyata PTN berlomba “kejar setoran” dengan “berjualan kursi” semahal mungkin. Terlebih kepada ratusan mahasiswa asing pada Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia, Universitas Hasanuddin, Universitas Padjadjaran dan Universitas Sumatra Utara yang harus membayar untuk 10 semester sekitar US$40.000/mahasiswa asing.


Hal itu jelas telah menghasilkan dana yang sangat signifikan bagi PTN-PTN tersebut. Dan karena berat di ongkos itulah, ujung-ujungnya mahasiswa cerdas dari orangtua miskin juga yang jadi korban. Hak mereka untuk menikmati pendidikan yang dijamin UUD 1945 menjadi tersisihkan karena malah kursinya diberikan kepada mahasiswa asing.

Read more...

Belajar Kebaikan Negara kepada Norwegia

Oleh Cardiyan HIS



Norwegia melepas seluruh saham bernilai US$ 850 juta dari Rio Tinto Group. karena Norwegia tak mau ikut berperan terhadap kerusakan lingkungan di Papua, Indonesia.


Kita selama ini lebih sering mendengar bagaimana kejahatan suatu negara
menghancurkan negara lain. Sehingga mereka merugikan rakyat tak berdosa. Tingkah negara
adidaya Amerika Serikat terhadap rakyat Irak misalnya, menjadi contoh kejahatan negara
yang sangat kasat mata. Begitu pula perilaku Israel terhadap Palestina sama saja
yakni tidak beradab. Kejahatan negara Israel telah
dipertontonkan terhadap rakyat Palestina demikian biadab, seperti tanpa perasaan berdosa.


Yang terjadi sebaliknya adalah dengan Pemerintah Norwegia terhadap Rio Tinto Group. Negara makmur dari Skandinavia ini, telah melepas seluruh sahamnya senilai US$ 850 juta yang berasal dari Dana Pensiun negerinya pada perusahaan tambang Rio Tinto Group. Pemerintah Norwegia yang memperoleh penghasilan negaranya dari pendapatan minyak dan gas serta pajak; dalam berinvestasi menggunakan lembaga Dana Pensiun Pemerintah yang selalu memperhatikan saran dari Komite Etik. Keputusan Pemerintah Norwegia ini diambil setelah menengarai dan mengamati bahwa Rio Tinto Group sangat turut berperan aktif atas kerusakan lingkungan yang fatal di Indonesia, khususnya Papua akibat kegiatan penambangan Rio Tinto yang sangat eksploitatif.

Wah rasanya bagai menerima angin segar betapa masih ada Kebaikan Negara. Kebaikan Negara Norwegia yang mengedepankan hati nurani ketimbang nafsu mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dari investasi bisnis.


Sungguh tindakan nyata Norwegia ini mencerminkan betapa nilai persahabatan antar negara yang berdaulat Norwegia dengan Indonesia; lebih penting dari pada hubungan bisnis jangka pendek. Pantas negara Norwegia ini telah lama menjadi negara yang makmur dan sejahtera bersama saudaranya di Swedia, Finlandia dan Denmark.


Apakah negara Indonesia sendiri sudah berbaik hati untuk melindungi rakyatnya? Belajarlah kepada pemerintah Norwegia yang ternyata diam-diam membuktikan sangat bersahabat dengan rakyat Indonesia.


Salam persahabatan untuk Rakyat Norwegia,

Read more...

Anggun Menginspirasi. Siapa Lagi Mau Menaklukkan Dunia?

Oleh Cardiyan HIS



Kabar mengejutkan datang dari penyanyi asli Indonesia Anggun C. Sasmi. Anggun dinobatkan AOL (American Online Survey) sebagai peringkat 4 Diva Dunia!!!!


Ia berhasil mengalahkan Beyonce Knowles yang duduk di peringkat lima. Bisa melampaui Beyonce, Anggun mengaku heran. “Cukup kaget. Nggak nyangka. Saya juga baru tahu,” ujar Anggun. Di mata Anggun, bisa mengalahkan Beyonce bukanlah sebuah patokan. Pelantun “Crazy” itu menilai cap diva sangatlah objektif.


“Nggak terlalu surprise. Kenapa? Karena buat aku kualitas tidak diukur dari itu. Tapi siapa yang berani bilang aku lebih baik dari Beyonce, karena itu subjektif,” katanya. Dalam survei yang diambil pada 13 Maret 2009 lalu itu posisi pertama diraih oleh Kylie Minoque, kedua Vanessa Paradis, ketiga Rihanna, keempat Anggun, sementara posisi kelima diduduki Beyonce Knowles. Meski senang, Anggun menganggapnya biasa-biasa saja agar tak membuatnya besar kepala. “Jujur aku senang, tapi nggak terlalu serius,” ungkap pelantun “Savior”, soundtrack film “Transporter 2” itu.


Bagus kalau begitu. Karena inilah sikap seorang profesional sejati yang bernama Anggun. Ia rupanya telah semakin dewasa karena sudah puluhan tahun merintis kariernya di Paris dan membuktikan kerja kerasnya berbuah manis.


Dan yang kita tunggu sekarang adalah siapa diva Indonesia yang mau meneruskan karier seperti Anggun. Dulu Kris Dayanti berniat “goes international” juga. Begitu pula Agnes Monica. Tetapi entah mengapa keduanya tak kedengaran lagi beritanya. Mungkin Kris Dayanti sudah merasa cukup dengan “comfort zone”-nya di Indonesia saja karena barangkali apa yang diinginkannya sejak kecil semua sudah diraihnya. Lagi pula sudah berkeluarga dengan dua anak masih kecil-kecil. Namun Agnes masih muda.


Barangkali ada lagi yang lebih muda yang masih berani menerima tantangan? Atau grup band lelaki yang terus terang bakatnya berserakan di Indonesia tetapi entah bisa berkembang bila terjun ke neraka kompetisi dunia. Coba. Cobalah kuasai dunia. Anggun saja bisa!!!!

Read more...

Polisi Hutan Nganggur, Aktivis LSM Alih Profesi

Oleh Cardiyan HIS




Polisi Hutan nganggur. Begitu juga banyak aktivis LSM alih profesi. Itulah kekhawatiran Polisi Hutan (Polhut) dan aktivis LSM yang kini menjadi pembicaraan hangat di Kalimantan khususnya Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.


Polhut nganggur karena penyebabnya jelas. Yakni hutan habis karena dibabat terus untuk perkebunan kelapa sawit. Hilangnya hutan berarti hilangnya profesi mereka. Untuk apa ada Polhut kalau sudah tidak ada hutan lagi?

Salah seorang aktivis LSM untuk perlindungan Orang Hutan di Palangka Raya, Kalimantan Tengah memberikan solusi agar memindahkan mereka ke PT. Kereta Api di pulau Jawa dan Sumatra saja; yakni menjadi Polisi Khusus Kereta Api (Polsuska). Diharapkan, kebijakan ini dapat menggairahkan transportasi massal KA yang murah dan ramah lingkungan. Sehingga tidak ada lagi penumpang gelap KA karena cukup banyak Polsuska yang berjaga-jaga di KA. Tidak ada lagi pencurian rel dan kawat/kabel karena siang malam Polsuska berjaga-jaga di sepanjang rel kalau perlu setiap 1 km. Malah ada yang menyarankan bekerja di Jasa Marga saja khususnya untuk menjaga jembatan Suramadu, Surabaya-Madura agar tak dipreteli lagi sekrup-sekrup dan lampunya.


Populasi Polhut apakah memang sudah melampaui kebutuhan dengan semakin kurangnya areal hutan lindung? Ataukah rasionya menjadi pas karena hutan lindungnya tinggal sedikit. Kalau jumlah Polhut pas tentu semakin efektif untuk menjaga hutan dari para penjarah hutan.


Namun masalah utamanya kembali bukan soal Polhut agar tidak nganggur dan aktivis LSM tidak alih profesi menjadi pekerja perkebunan sawit. Tetapi bagaimana mengubah pola pikir para pengambil kebijakan di daerah (Bupati) dan di Jakarta (Departemen Kehutanan RI) untuk tidak mengobral ijin perkebunan sawit dengan cara menggusur hutan lindung.


Mereka mestinya meniru apa yang dilakukan oleh Gubernur Sumatra Barat, Gamawan Fauzi yang telah menyetop investasi asing (baca: Malaysia) untuk sektor perkebunan sawit karena lahan cadangan tinggal 40.000 ha lagi saja. Itu pun harus dibagi untuk berbagai keperluan seperti untuk lahan pertanian dan pertambangan. Sebelumnya Gubernur Sumbar telah memberikan izin investasi seluas 54.166 ha bagi investor asing.


Apalagi kebun sawit yang menguasai Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur itu dimiliki mayoritas sahamnya oleh orang Malaysia juga. Wah, tambah gawat. Mereka inilah yang sebenarnya paling senang main bakar hutan agar penyiapan lahannya lebih cepat selesai dan dengan demikian jauh lebih murah biayanya. Sementara pemerintah Malaysia protes keras Indonesia karena mengekspor asap yang membuat ibu kota Kuala Lumpur dan semua negara bagian Malaysia berkabut tebal.


Para aktivis LSM akhirnya menghimbau, agar bila kelak Presiden RI telah terpilih. Maka ia harus cepat bertindak agar mereka tidak kehilangan pekerjaan. Salah satunya adalah merombak Departemen Kehutanan RI menjadi Departemen Perkebunan RI. Dengan demikian, ke depannya profesi Polhut berubah menjadi Polbun (Polisi Perkebunan) dan para aktivis LSM benar-benar alih profesi menjadi pekerja perkebunan sawit.-

Read more...

Malaysia Terlalu Kecil untuk Jadi Lawan Setara Indonesia

Oleh Cardiyan HIS



Tragedi bom di Jakarta dimanfaatkan betul oleh Malaysia untuk promosi habis ke mata Dunia. Dari soal klaim kesuksesan mereka menjadi tuan rumah Manchester United karena “Malaysia is the Truly Asia”. Karikatur “Senyum Kambing” di sebuah media Malaysia meledek Indonesia: Malaysia Tewas dengan MU 2-3. Tak apa kalau kalah bermaruah. Tak seperti di Indon tewas 9 orang including 4 foreigner.



Malaysia itu terlalu gede rasa. Baru saja menjadi OKB (Orang Kaya Baru) sudah merasa melampaui Indonesia segalanya. Boleh kalah sama negeri lain termasuk tetangganya Singapura, tetapi Malaysia tak boleh kalah sama Indonesia untuk segalanya.


Namun pada sisi lain, mereka boleh jadi sebenarnya merasa rendah diri juga sama Indonesia. Maklum semenanjung Malaysia Barat dan Malaysia Timur jaman dulu adalah termasuk dalam kekuasaan kerajaan Majapahit. Kekuasaan Majapahit sangat luas sampai meliputi Kawasan Hujung Medini yakni: Pahang, Langkasuka, Saimwang, Kelantan, Trengganu, Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik (Singapura sekarang), Kelang, Kedah, Jerai, Kanjapiniran dan juga Malano yang meliputi Serawak (Malaysia Timur sekarang), Mindanao dan Tawao (Slamet Mulyana, “Pupuh XIII, XIV, dan XV dari kitab Nagarakretagama, Majapahit”, Jakarta 1979: 279-280). Di samping itu, Nagarakretagama menginformasikan negara-negara yang bukan “jajahan” Majapahit tetapi sahabat Majapahit yakni negeri-negeri Siam, Ayudyapura, Darma Nagari, Marutma, Rajapura, Singanagari, Campa, Kamboja dan Yawana (Pupuh XV, bait 1).


Susahnya, generasi baru Malaysia itu tahunya Indonesia adalah yang ada urusannya dengan masalah ecek-ecek. Yakni tak jauh dari urusan pembantu rumah tangga; tukang masak, tukang nyuapin makan dan mandiin anak-anak Melayu; tukang pembersih lantai dan toilet di gedung perkantoran; tukang kebun kelapa sawit; pekerja kasar industri konstruksi dan sebagainya. Bahkan penyeluk (copet), penjual dadah (narkoba), rampok dan pelaku kejahatan lainnya dituduhkan semuanya sebagai kerjaan orang Indon (begitu mereka menyebut Indonesia). Pokoknya dalam mindset mereka, Indonesia ini negara kelas dua.


Generasi baru Malaysia itu tidak tahu atau sengaja pura-pura tidak tahu, bahwa sejak tahun 1968, orang tua mereka yang sekarang menduduki jabatan menteri, pejabat tinggi kerajaan, pengusaha, para akademisi universiti-universiti di Malaysia banyak belajar ke Indonesia; ke ITB, UI, UGM, Unpad, IKIP, IAIN. Bahkan mahasiswa Malaysia pun sekarang banyak belajar terutama di Fakultas Kedokteran dan Fakultas Farmasi di universitas-universitas di Indonesia, dengan prestasi yang biasa-biasa saja. Indonesia adalah negara dengan penduduk 240 juta orang adalah negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat. Indonesia adalah negara yang memiliki kebebasan pers yang sama dengan di Amerika Serikat, kecuali tak boleh menerbitkan dan memperdagangkan majalah pornografi dan tidak boleh memproduksi, memperdagangkan dan menyiarkan film pornografi. Indonesia ini 1 dari 4 negara di Asia yang bersama Cina, India dan Korea Selatan masuk G-20 Dunia.


Indonesia adalah anomali bagi negara-negara maju produsen barang mewah, pesawat jet dan helikopter pribadi, high-end car, barang-barang elektronik super mewah, hig-end consumer goods, apartemen super mewah, jasa kesehatan kelas VVIP, event dan jasa olahraga golf dan lain-lain. Mengapa? Karena Indonesia adalah konsumen terbesar mereka. Karena penduduknya banyak, para orang kaya Indonesia tarohlah jumlahnya 10%-nya saja ini berarti hampir 25 juta orang. Itu sama saja dengan seluruh jumlah penduduk Malaysia itu sendiri, baik yang kayanya maupun yang miskinnya. Atau jumlah orang kaya Indonesia itu sama juga dengan seluruh penduduk benua Australia. Atau jumlah orang kaya Indonesia itu juga sama dengan lima kali penduduk seluruh Singapura. Mayoritas yang menaruh uang di bank-bank Singapura adalah orang Indonesia. Yang beli apartemen di kawasan elite Kuala Lumpur, Singapura, Melbourne, Sydney dan Perth itu orang kaya Indonesia. Yang berobat ke hospital di Penang, Kuala Lumpur dan Singapura itu orang kaya Indonesia. Indonesia ini tak ada matinye!!!


Masalahnya karena size Indonesia adalah besar. Maka problema yang dihadapi Indonesia adalah sangat kompleks. Sangat berbeda jauh dengan problema yang dihadapi Malaysia, yang penduduknya saja cuma 23 juta orang, yakni sama saja dengan jumlah penduduk Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Yang dihadapi Indonesia adalah harus memerangi KKN (Korupsi-Kolusi-Nepotisme) yang luar biasa rusak dan zalimnya diwariskan oleh rejim Soeharto, termasuk larinya uang BLBI senilai lebih dari Rp. 700 triliun entah kemana. Indonesia harus melawan kemiskinan dan kesehatan yang jelek karena utang yang dibuat oleh rejim Soeharto melebihi US$ 100 milyar. Indonesia harus melawan kebodohan karena mewariskan dana pendidikan yang sangat kecil oleh rejim Soeharto. Indonesia itu harus berjuang berat melawan Multinational Corporation (MNC) yang telah mengeksploitasi sumberdaya alam Indonesia secara biadab. Sehingga lingkungan rusak berat, karena mereka seolah merasa telah memiliki legalitas kuat dari “Contract of Works” yang dibuat oleh rejim Soeharto.


Oleh karena itu, awal dari segala awal kita bekerja membangun Indonesa yang besar dalam kenyataannya kelak adalah kita harus membangun 3 (tiga) pilar utama yakni HUKUM, PENDIDIKAN dan KEBUDAYAAN, KEWIRAUSAHAAN. Kita harus dukung sepenuhnya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Karena institusi hukum lainnya Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman kinerjanya sangat jauh dari memuasakan. KPK sebuah komisi independen yang masih dipercaya Rakyat Indonesia untuk memberantas KKN, sekaligus memberikan efek terhadap pencegahan KKN. Sehingga diharapkan Hukum benar-benar dapat ditegakkan, dijalankan dengan adil dan efektif. Ini akan berefek terhadap semakin perlunya Birokrasi Pemerintahan direformasi total. Dana Pendidikan dan Kebudayaan yang mulai meningkat harus diawasi agar penggunaannya tepat sasaran dan efektif. Dana Kesehatan melalui Jamkesmas dan Jaminan Sosial harus ditingkatkan agar rakyat tak mampu, akan mendapatkan haknya berobat gratis berdasarkan konstitusi. Sehingga secara jangka panjang sumberdaya manusia Indonesia menjadi sehat dan pintar. Infra-struktur harus dibangun agar proses produksi dan arus barang lancar, sehingga ekonomi menggeliat. Belanja barang Pemerintah harus semakin diarahkan untuk sebanyak mungkin dibelanjakan untuk produk-produk hasil produksi dalam negeri karena sumberdaya manusia Indonesia juga sudah menguasai teknologi sendiri. Dan ini akan menggerakkan ekonomi para Wirausaha Sejati Indonesia sendiri, yang membuka kesempatan kerja yang seluas-luasnya, yang membuat rakyat Indonesia bermartabat karena memiliki pekerjaan yang dapat menghidupi sanak keluarganya. Dan Wirausaha Sejati ini akan menggelinding populasinya untuk menjadi agen perubahan. Dunia perbankan harus dibangun berdasarkan kemampuan menjaga kepercayaan nasabah dan memberikan dukungan konstruktif dengan tingkat suku bunga yang relatif rendah bagi para wirausaha nasional. Dengan demikian Indonesia secara bertahap akan mengurangi ketergantungan terhadap sumber-sumber keuangan negara asing atau sumber-sumber keuangan rente tinggi.


Termasuk tentunya belanja alutsista bagi TNI dan Polri harus sebagian besar hasil produk buatan Indonesia sendiri, yang dibuat di pusat industri-industri strategis. Sehingga secara bertahap Indonesia memiliki alutsista yang memadai yang memiliki efek deteren atau kemampuan menggetarkan musuh-musuh kita. Yang mampu mengawasi perairan Indonesia yang terluas di dunia yang sangat kaya sumberdaya hayati yang terbarukan dan sangat kaya pula sumberdaya alam tak terbarukan seperti minyak, gas dan mineral lainnya. Dengan Indonesia memiliki kekuatan alutsista yang kuat, negara asing akan mengurungkan niatnya untuk melakukan kejahatan di seluruh wilayah darat dan perairan Indonesia.



Siap Perang Melawan Malaysia


Dari segi sumberdaya manusia, Malaysia itu jelas kalah jumlah orang pintarnya sama orang Indonesia. Indonesia itu kaya akan talenta anak mudanya yang memenangi begitu banyak kejohanan level dunia di bidang sains, teknologi dan seni budaya. Sedangkan Malaysia mana? Malaysia hanya penggembira saja. Apalagi para cendekiawan Malaysia sangat kasihan tertekan batin dan pikirannya karena tak memiliki kebebasan berekspresi, mereka takut ditangkap dan dipenjarakan tanpa melalui proses pengadilan oleh Pemerintah Kerajaan Malaysia berdasarkan ISA (Internal Security Act).


Semua universiti Malaysia yang dinilai oleh the TIMES Higher Education QS (Inggris) maupun Webometrics (Spanyol) dan lembaga pemeringkat internasional lainnya pada tahun 2009 ini, “apple to apple: kalah sama ITB, UI, UGM. Padahal dana pendidikan mereka 10 kali jauh lebih besar dari Indonesia. Sejak tahun 1968, mereka yang sekarang menduduki jabatan menteri dan pejabat tinggi kerajaan Malaysia adalah banyak belajar ke Indonesia; ke ITB, UI, UGM, Unpad, IKIP, IAIN. Mahasiswa Malaysia pun sekarang banyak belajar terutama di Fakultas Kedokteran dan Fakultas Farmasi di universitas-universitas di Indonesia, dengan prestasi yang biasa-biasa saja.


Untuk Alutsista, Malaysia merupakan konsumen CN 235 buatan PT. DI, Bandung dengan memiliki 8 pesawat. Yakni CN235 MPA (Maritime Patrol Aircraft) atau versi Militer sebanyak 4 buah, CN235 versi Navigation Trainer 2 buah dan CN235 versi VIP 2 buah. Jumlah seluruh CN 235 Malaysia adalah sama dengan jumlah pesawat CN 235 yang dimiliki oleh TNI AU.


Namun Malaysia masih berkeinginan untuk membeli 6 buah lagi CN 235 MPA, kata Menteri Pertahanan Malaysia Dato Seri Ahmad Zahid bin Hamidi ketika berkunjung ke PT. DI Bandung akhir Juni 2009 lalu. (Seputar Indonesia, 12 Juli 2009, halaman 11). Menteri Pertahanan Malaysia ini juga berminat membeli kendaraan Panser 6x6 yang bermutu tinggi buatan PT. Pindad, Bandung.


Sekarang Malaysia kaya, ya boleh-boleh saja belanja sebanyak-banyaknya alutsista mereka dari Amerika Serikat, Rusia dan lain-lain termasuk dari Indonesia. Tetapi Malaysia semuanya mengimpor, tak mampu membuat alutsista sendiri. Jadi nantinya Malaysia akan memiliki ketergantungan secara teknologi. Sedangkan Indonesia sudah memiliki infrastruktur industri pesawat terbang dan industri-industri strategis lainnya, sehingga bila dana sudah tersedia tinggal mengembangkan skala industrinya saja. Karena sudah cukup memiliki kemampuan yang berjenjang cara pencapaian sebelumnya yakni mulai bekerja berdasarkan pembelian lisensi, melakukan improvement terus menerus dan inovasi, maka tidak akan terlalu sulit bagi Indonesa untuk membuat berskuadron-skuadron pesawat teknologi madya maupun pesawat berteknologi tinggi sekelas jet, minimal sekelas N250 dibuat di PT. DI.


Malaysia ngebet ingin membeli 6 buah lagi CN 235 MPA, karena pesawat buatan PT.DI ini adalah terbaik di kelasnya di dunia. Inovasi 40 insinyur PT. DI adalah mampu menambah persenjataan lengkap seperti rudal dan teknologi radar yang dapat mendeteksi dan melumpuhkan kapal selam. Jadi kalau TNI mengawal Ambalat cukup ditambah satu saja CN235 MPA versi militer ini (disamping armada TNI AL dan pasukan Marinir yang ada) untuk mengusir kapal selam dan kapal perang Malaysia lainnya.


Tak mengherankan bila Korea Selatan merupakan pembeli dan pemakai CN 235 MPA atau versi militer. Korea Selatan membayarnya sebagian dengan barter kapal-kapal patroli cepat dan sebagian besar dengan cash. Korea Selatan memiliki CN 235 MPA 6 buah dan CN 235 versi VIP 2 buah. Bahkan sekarang PT. DI sedang menyelesaikan 8 buah pesawat CN 235 MPA pesanan dari Korean Coast Guard! Turki memakai pesawat CN 235 untuk pesawat VVIP Pemerintah Turki dan CN 235 MPA untuk keperluan patroli pantai. Uni Arab Emirat memiliki CN 235 versi Militer 6 buah dilengkapi dengan Night Vision Google. Pakistan memiliki CN235 MPA sebanyak 6 buah. Thailand memakai CN 235 versi Rain Making untuk keperluan pertanian. Burkina Faso dan Brunei Darrusalam masing-masing memiliki satu buah CN235 MPA. Bahkan negara adidaya Amerika Serikat memilih CN235 sebagai pesawat pilihan bagi US Coast Guard untuk menjaga perairan AS, dimana pembeliannya dari EADS disertai kerjasama produksi di AS.


Pembeli dari Indonesia sendiri, disamping TNI yang memang telah lama membeli dan memakainya adalah kalangan swasta nasional. Konglomerat pemilik Artha Graha Group, Tommy Winata baru saja membeli masing-masing satu unit NC 212 dan NAS 332. Sekarang PT. DI sedang mengerjakan pesanan TNI-AU sebanyak 3 buah helikopter Super Puma. Dalam waktu dekat ini BP Migas juga sudah berniat membeli Produk PT DI ini.


Roket RX-420, Kapal Selam dan Fregat


Roket RX-420 yang telah diluncurkan LAPAN, Indonesia awal Juli 2009 lalu menggetarkan Australia, Singapura, Brunei Darussalam dan Malaysia (Tribun Batam, 2 Juli 2009 atau bisa dilihat juga di http://www.tribunbatam.co.id). Harian “The Straits Time” (Singapore) dan “The Sydney Morning Herald” (Australia), dan media Brunei Darussalam memuat cukup panjang lebar tentang berita peluncuran roket RX-420 Lapan, Indonesia ini.


Seperti diketahui roket RX-420 ini menggunakan propelan yang dapat memberikan daya dorong lebih besar sehingga mencapai 4 kali kecepatan suara. Hal itu membuat daya jelajahnya mencapai 100 km. Bahkan bisa mencapai 190 km bila struktur roket bisa dibuat lebih ringan. Yang punya nilai tambah tinggi ini adalah 100% hasil karya anak bangsa, para insinyur Indonesia. Begitu pula semua komponen roket-roket balistik dan kendali dikembangkan sendiri di dalam negeri, termasuk software. Hanya komponen subsistem mikroprosesor yang masih diimpor.


Mengapa malah menjadi buah bibir di Australia, Singapura, Brunei Darussalan dan Malaysia? Karena keberhasilan peluncuran roket Indonesia ini ke depan akan membawa Indonesia mampu mendorong dan mengantarkan satelit Indonesia bernama Nano Satellite sejauh 3.600 km ke angkasa. Satelit Indonesia ini nanti akan berada pada ketinggian 300 km dan kecepatan 7,8 km per detik. Bila ini terlaksana Indonesia akan menjadi negara yang bisa menerbangkan satelit sendiri dengan produk buatan sendiri. Indonesia dengan demikian akan masuk exclusive member "Asia Satellite Club" bersama Cina, Korea Utara, Jepang, India dan Iran.


Kekhawatiran Australia, Singapura dan Malaysia ini masuk akal, bukan? Kalau saja Indonesia mampu mendorong satelit sampai 3.600 km untuk keperluan damai atau keperluan macam-macam tergantung kesepakatan rakyat Indonesia saja. Maka otomatis pekerjaan ecek-ecek bagi Indonesia untuk mampu meluncurkan roket sejauh 190 km sampai 350 km untuk keperluan militer, bakal sangat mengancam mereka sekarang ini pun juga!!! Kalau tempat peluncurannya ditempatkan di Batam atau Bintan, maka Singapura dan Malaysia Barat sudah gemetaran bakal kena roket Indonesia. Dan kalau ditempatkan di sepanjang perbatasan Kalimantan Indonesia dengan Malaysia Timur, maka si OKB Malaysia tak akan pernah berpikir ngerampok Ambalat. Akan hal Australia, mereka ada rasa takutnya juga. Bahwa mitos ada musuh dari Utara yakni Indonesia itu, memang bukan sekedar mitos tetapi sungguh ancaman nyata di masa depan dekat.


Asalkan pemerintah mendukung sepenuhnya masalah pendanaannya. Para insinyur-insinyur PT. PAL, Surabaya telah memiliki kemampuan untuk membuat kapal jenis Fregat bertonase besar bahkan juga Kapal Selam.

Nah, jangan terlalu mengecilkan Indonesia kalau sudah berkaitan dengan negara asing. Walau bagaimanapun Indonesia adalah negara yang kita cintai, yang harus kita bangun bersama. Indonesia itu memiliki tradisi besar sebagai Bangsa Pejuang. Kita sebagai Rakyat dianjurkan bahkan diwajibkan untuk berkontribusi bagi kemajuan Indonesia berdasarkan perannya masing-masing. Kita boleh mengkritik habis Indonesia tetapi secara konstruktif dan bertanggung-jawab, sehingga bermanfaat bagi kemajuan Indonesia. Tetapi sekali kalau sudah ada kepentingan asing bermain disini, kita semua total harus memiliki keberpihakan yakni membela bangsa Indonesia.

Read more...

Degradasi Mimpi Mahasiswa dan atau Alumni ITB?

Oleh Cardiyan HIS



"To dream the impossible dream, kata Dale Wasserman dalam “Man of La Manca”. Eh, malah 14 orang mahasiswa ITB jadi Joki pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2009 yang diperalat oleh “Bos Joki”.



Kapankah alumni Geodesi ITB menjadi Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN)? Demikian judul postingan para alumni Geodesi ITB pada mailist Ikatan Alumni Geodesi ITB. Kebetulan saya baru pulang dari tambang batubara di pedalaman Kalimantan Tengah, jadi saya membacanya terlambat seminggu kemudian. Dan ketika saya baca puluhan postingannya nyaris tak ada satu pun yang menyanggahnya. Maka saya pun langsung menulis tanggapan berjudul; “Mimpi Alumni Geodesi ITB Kok Masih Ecek-ecek?


Saya pertanyakan mengapa mimpi alumni Geodesi ITB itu hanya hinggap sampai sebagai Kepala BPN saja! Kalau dalam bahasa low politic itu “sangat ecek-ecek”. Bukan merendahkan jabatan Kepala BPN, tetapi kenapa tidak sekalian bermimpi menjadi calon Presiden RI di masa mendatang?


Lho, Presiden Pertama Amerika Serikat, George Washington adalah seorang insinyur Geodesi. Mikael Gorbachev, Presiden Uni Soviet (sekarang Rusia) pengusung Perestroika yang terkenal itu sebenarnya juga seorang insinyur Geodesi. Begitu pula salah seorang Kanselir Jerman Barat (sekarang Jerman) juga seorang doktor insinyur Geodesi. Bahkan seorang mahasiswa Sipil ITB 1920 yang daya imajinasi mendesainnya luar biasa kemudian menjadi Presiden RI Pertama; Ir. Soekarno dalam buku “Di Bawah Bendera Revolusi”, terus terang mengaku “takluk” dengan Ilmu Geodesi yang sulit, penuh hitung-hitungan yang rumit.


“Joki dan Bos Joki”


Dan ketika kita menemukan fakta ada 14 mahasiswa ITB ditangkap polisi Makassar (Sulawesi Selatan) karena tertangkap tangan menjadi joki Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2009 spontan dari mulut saya terlontar kata-kata: “Ah cuma jadi joki doang. Kenapa nggak sekalian jadi Bos Jokinya?”.
Mahasiswa-mahasiswa baru ITB dari tahun ke tahun saya bangga-banggakan dalam setiap tulisan saya. Mereka adalah pemenang tak tergoyahkan dari tahun ke tahun dalam sejarah selektivitas mahasiswa baru secara nasional PTN di seluruh Indonesia. Bahkan Selektivitas Mahasiswa ITB diapresiasi tinggi oleh majalah “AsiaWeek” Hong Kong sebagai nomor 1 di Asia Pasifik (Cesar Bacani, “Time of Ferment”, Cover Story Education, AsiaWeek June 30, 2000).


Mengapa 14 mahasiswa ITB telah menjatuhkan harga dirinya hanya sebagai Joki. Kenapa hanya jadi Joki bukan Bos Joki? Karena mereka sebagai Joki tentu saja hanya diperalat untuk suatu kejahatan kerah putih dengan iming-iming bayaran Rp. 30 juta per orang sementara Bos Jokinya adalah seorang sarjana Kedokteran Unhas yang bakal memperoleh Rp. 135 juta dari para pengguna jasa Joki kalau akhirnya diterima di PTN. Ah, tiga puluh juta rupiah demikian murahnya! Hanya senilai sebuah NoteBook terbaru dan mobile phone BlackBerry Storm yang memabukkan itu. Demikian murahnya jasa Joki tidak sebanding dengan pertaruhan risiko dikerangkeng jeruji besi yang menunggunya; yang mencampakkan masa depan cemerlang bila para mahasiswa ITB itu punya mimpi yang selangit.


Jadi Bos Joki tentu saja bukan dimaksudkan saya sebagai pekerjaan terhormat dari pada Joki. Keduanya adalah pekerjaan kriminal. Maksud saya, anak-anak ITB itu kalau bermimpi yang baik, mimpi yang positif hendaklah menjadi Bos-nya bukan menjadi Keroco-nya. Rupanya betul juga humor mencari pekerjaan haram saja susah apalagi mencari pekerjaan halal. Itulah agaknya yang dipilih oleh anak-anak ITB angkatan 2007 dan 2008 yang Indeks Prestasi-nya rata-rata di atas 3,0 bahkan ada yang mencapai 3,8.


Anak ITB hendaknya bermimpi positif menjadi Bos pada bidang apa pun kecuali menjadi Bos mafioso kejahatan seperti Bos Joki itu. Ketika menjadi mahasiswa baru ITB pada tahun 1973 kebetulan saya sudah menjadi penulis artikel di koran-koran nasional sejak masih menjadi siswa kelas 1 SMAN II Teladan Tasikmalaya; ditanya tentang cita-cita oleh dosen senior ITB: “Saya ingin menjadi dosen ITB dan menulis di jurnal-jurnal ilmiah internasional atau pun media umum agar memperoleh credit point sebanyak-banyaknya. Dari sini saya berharap menjadi seorang dosen yang selalu dirujuk pemikirannya. Dan siapa tahu ditarik ke Jakarta untuk menjadi seorang Menteri, seperti halnya banyak dosen-dosen UI yang menjadi Menteri ....!!”.


Garis tangan ternyata membawa saya bukan menjadi seorang dosen ITB. Tetapi malah saya jatuh cinta sungguhan untuk menjadi seorang wirausaha sampai sekarang. Terus terang ini karena “kecelakaan” terprovokasi oleh seorang Insinyur Syarief Tando, salah seorang alumnus ITB terpandang, yang menjadi Ketua Dewan Mahasiswa ITB 1972 pada peristiwa perkelahian antara mahasiswa ITB dan taruna AKABRI yang memakan korban tewas mahasiswa Elektro ITB, Rene Conrad. Syarief Tando ketika memotivasi saya untuk menjadi wirausaha adalah Sekjen HIPMI Pusat, dimana Ketua Umum HIPMI adalah Ir. Aburizal Bakrie.


Tetapi Alhamdulillah, saya ikut senang bahwa teman-teman seangkatan ITB 1973 (Fortuga) semasa saya menjadi Senator Mahasiswa ITB ternyata 5 orang telah menjadi Menteri pada kabinet era Gus Dur, kabinet era Megawati dan kabinet era SBY yakni Rizal Ramli, Alhilal Hamdi, Hatta Rajasa, Kusmayanto Kadiman dan Yusman SD.


Dan saya berharap bahkan suatu ketika seorang Fadjrul Rahman atau Pramono Anung atau masih banyak lagi generasi muda ITB lainnya akan meraih posisi Presiden RI seperti alumni ITB pendahulunya Ir. Soekarno dan Prof.DR.Ing. BJ Habibie.


Namun di atas semua itu, yang diperlukan sekarang oleh Ibu Pertiwi yang sedang bersusah hati, air matanya berlinang sebenarnya adalah bagaimana alumni ITB mampu mengkonversi keahliannya menghasilkan karya dan bersinergi dengan para profesional lainnya dimana saja kapan saja; mengusung visi dan menjalankan misi membawa Indonesia menjadi lebih baik Ada baiknya untuk mengingat apa yang menjadi kata-kata BJ Habibie, alumni ITB yang kedua yang menjadi Presiden RI; “Presiden RI itu bukan segalanya!”.
.

Read more...

Bagaimana SBY Mengendus Para Calon Menteri?

Oleh Cardiyan HIS



Jangan menganggapnya terlalu serius. Tetapi ini adalah ceritera nyata bukan rekayasa, yang didapatkan penulis langsung dari 2 mantan menteri dan 8 masih menteri aktiv terutama asal alumni ITB, UI dan UGM. Semoga bermanfaat bagi mereka yang merasa akan menduduki sebuah jabatan prestisius. Sehingga harus menunggu terlalu lama tanggal 20 Oktober 2009 itu, saat SBY melantik para menteri anggota Kabinet SBY Jilid 2.


Tak berambisi menjadi Menteri Kesehatan RI bahkan bermimpi sekali pun. Sungguh! Maklum, saya hanyalah seorang dokter spesialis penyakit jantung. Jadi ketika pagi-pagi saya pergi ke Rumah Sakit Jantung “Harapan Kita” di Jakarta Barat, ya seperti melaksanakan tugas rutin saja. Apalagi saya tak termasuk orang yang dipanggil SBY ke Cikeas. Saya hanya pernah ditelepon oleh seorang Guru Bangsa yang mengisyaratkan harus menyatakan siap kalau ditelepon dari Cikeas. Saya tak menanggapinya terlalu serius karena dalam media cetak dan media elektronik malah yang sangat santer dan sering terekam kamera televisi adalah nama seorang dokter aktivis HIV/AIDS. “Saya terpilih menjadi Menkes ya pada saat-saat terakhir ketika menteri-menteri lain sudah pada tersenyum-senyum masuk kabinet SBY”, ungkap Dr. Siti Fadilah Supari, Menteri Kesehatan RI, lulusan S-1 Fakultas Kedokteran UGM dan S-2 dan S-3 di Fakultas Kedokteran UI kepada penulis di rumah dinasnya jalan Denpasar Raya nomor 14.


Karena tak punya pengalaman memasuki partai politik, Jero Wacik kontak teman lamanya ketika bekerja di PT. United Tractors yang sudah menjadi Sekjen Partai Demokrat (PD). Hari itu juga saya dibikinkan kartu anggota PD. Kalau pun ada sisi “prestasi berpolitik”, dalam kehidupan Jero Wacik, ia memang mantan aktivis kampus ITB, di Bandung, awal tahun 1970-an, yang juga menonjol prestasi akademisnya. Sehingga ia mendapat anugerah “Tokoh Mahasiswa ITB” dari Dewan Mahasiswa ITB 1973. Maka setelah kartu anggota PD di tangan, Wacik langsung kerja keras dan menjadikan daerah asalnya Bali sebagai basis kampanye untuk pemenangan PD yang mengusung SBY-JK sebagai Capres-Cawapres. Setelah sukses menjadikan PD nomor 2 di Bali, eh urusan belum selesai. Pertengkaran di elite PD demikian kerasnya. Sehingga pada suatu Rapat Nasional PD sampai saya harus nangis kencang sekali, yang akhirnya malah mendamaikan semua elite untuk kompak membangun PD yang baru seumur jagung. Rupanya nangisnya Jero Wacik dan akhirnya juga banyak anggota PD sampai juga ke telinga SBY. Maka suatu ketika SBY memanggil Wacik ke Cikeas, SBY hanya sekejap saja baca proposal “Program Seratus Hari Menjadi Menteri”. “Sampai-sampai saya terkaget-kaget sendiri ketika SBY mengingatkan, ya sudah cukup pak Wacik, siapkan saja program seratus harinya termasuk menghidupkan Festival Film Indonesia 2004 itu”, ungkap Ir. Jero Wacik, SE, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI, anak Mesin ITB 1970 dan juga Fakultas Ekonomi UI, kepada penulis di kantornya jalan Medan Merdeka Barat nomor 17 ini.


Yusman SD, anak Mesin ITB 1973 adalah anak Fortuga ITB (Forum Tujuh Tiga ITB) ke lima yang menjadi menteri, sebelumnya adalah Rizal Ramli, Alhilal Hamdi di Kabinet era Gus Dur dan Megawati; Hatta Rajasa dan Kusmayanto Kadiman di era Megawati dan era SBY. Mengapa SBY mengendusnya menjadi Menteri Perhubungan? Pertama, ketika Hatta Rajasa melepas Menteri Perhubungan karena akan ditarik menjadi Menteri Sekretaris Negara, ia diminta pendapat SBY tentang calon Menteri Perhubungan. Ya, Hatta merekomendasikan nama Yusman SD, teman sesama aktivis kampus ITB 1977-1978. Kedua, SBY juga cari second opinion dengan mengundang BJ Habibie ke Istana Merdeka. Maka ketika BJ Habibie memberikan personal garansi Yusman SD adalah orang yang pas karena memiliki kapabilitas tinggi setidaknya selama menjadi anak buahnya di PT. Dirgantara Indonesia. Jadilah Ir. Yusman SD, Menteri Perhubungan RI, yang ketika ditelepon Hatta Rajasa untuk segera ke Jakarta masih asyik-asyiknya main dengan anaknya di Bandung.


Sebagai Rektor ITB yang sangat prestisius, Kusmayanto Kadiman termasuk pinter membuat netwoking. Tidak hanya dengan sesama akademisi nasional dan internasional tetapi ia juga bikin dengan jaringan militer, baik jenderal aktif maupun yang telah pensiun. SBY -----sebelum jadi Presiden----- adalah salah seorang jenderal yang kerap tampil di kampus ITB untuk memberikan presentasi makalah-makalahnya. Namun “Rektor Gaul” ini suka heureuy (bercanda) kadang heureuy-nya suka keterlaluan. Maka ketika jenderal Sudi Silalahi, tangan kanan SBY, telepon pertama kali tak ditanggapinya serius. “Emangnya gue pikirin”, itulah ungkapan spontan Rektor ITB yang paling jagoan main golf ini (handicap 0). Tetapi setelah kemudian ada konfirmasi langsung dengan SBY, maka kepercayaan ini telah berubah menjadi suatu kewajiban bagi Kusmayanto Kadiman, sebagai seorang warga negara Indonesia yang baik untuk tidak menolaknya. Tentu saja.


Hatta Rajasa, anak Teknik Perminyakan ITB 1973, seperti halnya penulis adalah sama-sama Senator Mahasiswa ITB 1977-1978 ketika Ketua Dewan Mahasiswa ITB adalah Herry Akhmadi (sekarang Wakil Ketua Komisi X DPR dari PDIP). Karier politiknya melejit bagai meteor karena sangat cerdik memanfaatkan momentum gerakan Reformasi 1998. Ia bersama Alhilal Hamdi memilih Partai Amanat Nasional (PAN) yang didirikan oleh tokoh Reformasi Prof.DR. Amien Rais. Ketika Alhilal Hamdi duluan masuk Kabinet Gus Dur, Hatta Rajasa mematangkan kiprah politiknya di PAN dengan menjadi Sekjen PAN dan Ketua Fraksi Reformasi di DPR. Dan ketika Gus Dur lengser, kabinet era Megawati mengangkatnya menjadi Menteri Riset dan Teknologi, RI. Hatta tentu semakin matang bermain politik di PAN, sehingga tak terlalu sulit bila SBY-JK pun mengangkatnya sebagai Menteri Perhubungan. Dan kemudian Hatta malah menggantikan Yusril Ihza Mahendra sebagai Menteri Sekretaris Negara ketika terjadi resufle Kabinet Indonesia Bersatu hingga sekarang ini.


Aburizal Bakrie (Teknik Elektro ITB 1964) dan Rachmat Witoelar (Arsitektur ITB 1964) menjadi menteri karena mereka sudah lama dan matang berpolitik tentu saja di Partai Golkar. Sehingga bagi SBY sudah lama mengamati Aburizal Bakrie dan Rachmat Witoelar ketika masih di Golkar, terlebih-lebih ketika kemudian Rachmat Witoelar bergabung di Partai Demokrat. Tetapi saya sempat “taruhan” dengan teman saya anak Teknik Kimia ITB 1970 yang anggota DPR Partai Golkar bahwa Kang Rachmat tak akan jadi menteri. Pas si Kang Rachmat terpilih, eh politikus Golkar itu malah “ngacir” entah ke mana, tak jadi traktir saya makan siang di Hotel Mulia.


Sedangkan DR.Ir. Purnomo Yusgiantoro, (Teknik Perminyakan ITB 1970) sudah lama diamati SBY ketika dia menjadi Gubernur Lemhanas. Anak Teknik Perminyakan ITB paling pintar di angkatan 1970 ini memang sejak mahasiswa sudah memprogramkan dirinya suatu ketika akan menjadi menteri di Republik Indonesia. Bahkan ketika masih menjadi mahasiswa doktoral di Colorado School of Mine, at Denver, USA, untuk mencari sponsorship, dia terpaksa narsis bahwa dia suatu ketika akan menjadi orang nomor satu yang banyak berhubungan dengan operator minyak dan gas asing yang beroperasi di Indonesia. Saya yang menjadi moderator di acara Persatuan Insinyur Indonesia (PII) pada sesi itu hanya berdecak kagum saja ketika mendengarkan ceritera beliau: antara cita-cita semasa mahasiswa dengan kenyataan beliau yang akhirnya memang menjadi Menteri ESDM, bahkan di tiga era berturut-turut yakni di era Kabinet Gus Dur, era Kabinet Megawati dan era Kabinet SBY!


Jadi dari ceritera di atas, SBY ini memang memiliki benang merah tersendiri dalam memutuskan siapa yang akan menjadi menteri pada kabinetnya. SBY selalu telah memiliki data track of record para calon, baik melalui networking dia sendiri maupun masukan dari anak-anak buah, komunitas teman-teman dekat. Bila data sudah diperoleh, SBY meminta second opinion kepada tokoh terpandang pada bidang yang sama dengan calon yang diincarnya. Kalau perlu minta personal garansi. Terakhir adalah pengambilan keputusan, apakah mengandung risiko besar atau tidak dengan keyakinannya. Jadi secara singkat SBY selalu menjalankan keputusannya berdasarkan: Networking-Common Sense-Risk Taking.


Dan jangan lupa pula, kalau pernah terakhir ketemu SBY dalam waktu yang tidak terlalu lama, jangan Ge-Er dulu. Karena SBY itu pintar menyenangkan semua orang, seolah-olah masing-masing diri yang disalaminya agak lama-lama bakal terpilih menjadi anggota Kabinet SBY Jilid 2. Nah.

Read more...

Penggemar Blog IA-ITB :

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP