Indonesia Taklukkan Korea Selatan 3-0
>> Friday, June 25, 2010
Oleh Cardiyan HIS
Arogansi Huh Jung Moo kena batunya dihadapan Ronny Pattinasarany. Pemain terbaik turnamen Marah Halim Cup 1981 di Medan (Sumatra Utara) ini tak berkutik dan gagal mengulang sukses tim Korea Selatan yang menjuarai Marah Halim Cup karena kalah telak 0-3 dari Ronny Patti dkk di stadion Senayan, Jakarta. Sebuah “Pelajaran Sepakbola Indonesia” lagi yang berhasil dipetik hikmahnya oleh Negara lain yang kemudian jauh meninggalkan Indonesia sekarang ini.
Huh Jung Moo adalah pahlawan Korea Selatan. Pelatih tim nasional Korea Selatan ini telah membawa timnas Korea Selatan ke babak dua Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan dengan status runner-up grup B, di bawah Argentina. Huh Jung Moo akan memutar lebih keras lagi otaknya karena hari Sabtu, 26 Juni 2010 jam 21.00 WIB ini, Korea Selatan akan berhadapan melawan tim kuat Amerika Latin yakni timnas Uruguay, yang berhasil menjuarai grup A secara meyakinkan.
Bagi Huh Jung Moo hal ini menjadi lebih bermakna, karena ini yang pertama bagi Korea Selatan lolos ke babak kedua di luar kandangnya dalam sejarah keikutsertaannya sebagai pelanggan wakil Asia ke Piala Dunia. Pencapaiannya sebagai asisten pelatih Guus Hiddink yang meloloskan Korea Selatan ke semifinal Piala Dunia 2002 sering “disinisi” karena berlangsung di kandangnya sendiri, Seoul.
Huh Jung Moo, termasuk salah seorang dari sedikit orang di dunia yang meraih sukses cemerlang sebagai mantan pemain tim nasional maupun sebagai pelatih tim nasional. Siapa sangka Huh Jung Moo adalah pemain yang pernah meraih sukses sebagai “The Most Valuable Player” pada turnamen bergengsi di Asia yang masuk dalam kalender FIFA, Marah Halim Cup, Medan, 1981. Timnas Korea Selatan berhasil menjuarai turnamen Marah Halim Cup setelah mengalahkan tim nasional Jepang 3-2 dan sekaligus menobatkan Huh Jung Moo sebagai pemain terbaik.
Pencapaian Huh Jung Moo ini mengalahkan seniornya, Cha Bum Keun. Cha adalahpemain tim nasional Korea Selatan pertama yang merumput di luar negeri yakni di Bundesliga Jerman Barat pada klub Bayer Leverkusen. Kehebatan Cha Bum Keun diturunkan kepada Cha Doori, anak kandungnya sendiri yang bermain sebagai bek kanan Korea Selatan di Piala Dunia 2010 Afrika Selatan ini. Mengapa? Karena meskipun Cha Bum Keun terpilih sebagai pemain terbaik turnamen Marah Halim Cup 1975, tetapi ia gagal membawa tim nasional Korea Selatan juara; kalah 0-2 dari kesebelasan Australia. Nah, kemudian selepas turnamen Marah Halim Cup ini, Huh Jung Moo mengikuti jejak seniornya Cha Bum Keun yang sudah pensiun, dan diterima sebagai pemain pada klub yang sama, Bayer Leverkusen.
Sebagai tim yang menjuarai Marah Halim Cup, sebelum pulang ke negerinya tim nasional Korea Selatan ini diundang oleh PSSI untuk bertanding di stadion utama Senayan. PSSI secara resmi menunjuk klub juara Galatama Indonesia pertama 1979; Warna Agung, untuk mengusung nama baik Indonesia. Disinilah pertaruhan nama baik Huh Jung Moo ternoda. Ini gara-gara ulahnya sendiri yang terlalu arogan. Yang memandang sebelah mata kesebelasan Warna Agung juara kompetisi Galatama Indonesia ini meskipun di Korea Selatan sendiri K-League belum ada seperti sekarang ini.
Dan arogansi Huh Jung Moo kena batunya. Karena tim Korea Selatan ini menemui lawan yak tak bisa dibilang enteng. Huh Jung Moo yang bertindak sebagai kapten ternyata bermain sangat emosional. Sedikit saja ada pelanggaran terhadap pemain-pemain Korea Selatan, ia memprotes sangat keras kepada wasit. Malah dilakukan dengan sangat tidak sopan yakni sambil berkacak pinggang dan bahkan dengan sedikit meludah.
Maka pertandingan menjadi benar-benar milik Indonesia. Ronny Patti sebagai libero terbaik Indonesia memimpin orchestra sepakbola Indonesia dengan indahnya. Di bawah mistar kiper Endang Tirtana tampil sangat prima dan berhasil melakukan beberapa kali safety gemilang. Warta Kusumah, stopper, yang dikader Ronny Patti sebagai cikal bakal penerusnya, bersama seniornya bek kanan Simson Rumahpasal dan bek kiri Marcelly Tambayong, sangat taktis dalam merebut bola dan kemudian mengalirkannya ke barisan gelandang. Ada Budi Riva disini, seorang gelandang genius menurut penilaian pelatih tim nasional Indonesia ke Piala Kaisar Jepang 1977 dan juga pelatih Persija Jakarta; Marek Janota. Di barisan gelandang Budi Riva bahu membahu dengan Gusnul Yakin dan gelandang muda cemerlang Rully Nere plus gelandang sayap gantung; Robby Binur. Seperti mutiara-mutiara hitam asal Persipura, Robby Binur ini sangat luar biasa dalam melakukan dribble bola melewati satu-dua pemain lawan. Sedangkan duo penyerang Warna Agung adalah sang senior striker Risdianto yang sangat tajam menjadi semakin tajam lagi dengan kehadiran yunior striker asal Persipura pula; Stevanus Sirey.
Stevanus Sirey inilah yang memporak-porandakan barisan belakang lawan karena kecepatan sprint pendeknya dalam menembus tembok Korea Selatan. Ini tak bisa dilepaskan atas kejelian Risdianto dalam mengelabui bek Korea Selatan untuk melakukan tik-tak dengan Sirey. Dua gol yang dicetak Sirey berasal dari pola serangan seperti itu, karena pelatih Drg. Endang Witarsa sudah sangat hapal tipikal Korea Selatan. Endang Witarsa memang menjadi pelatih timnas Indonesia sejak jaman melatih Soetjipto Soentoro dkk dalam menggunduli Korea Selatan dan Jepang di turnamen-turnamen bergengsi di Asia seperti Merdeka Games, Kuala Lumpur (Malaysia); King’s Cup, Bangkok (Thailand); Aga Khan Gold Cup, Dhaka (Pakistan Timur ketika itu); Piala Sukan (Singapura). Kelemahan para pemain belakang Korea Selatan yang tinggi besar adalah kekakuan dalam membalikkan badan. Dan bermain tik-tak cepat adalah keunggulan para pemain Indonesia seperti Risdianto dan Sirey yang dimanfaatkan betul kemampuan keduanya oleh pelatih Endang Witarsa, untuk menjebol tembok Korea Selatan.
Namun Indonesia tak hanya bermain tik-tak di kotak penalti lawan. Satu gol yang mengukuhkan kemenangan Indonesia 3-0 atas Korea Selatan disarangkan begitu cantik dan telak. Bermula dari serangan melalui sayap gantung Robby Binur begitu cantiknya. Setelah melewati dua pemain Korea Selatan, Robby memberikan umpan tarik sangat cantik ke Risdianto. Si “Gayeng” (julukan khas untuk Risdianto) ini tak menendang ke gawang Korea Selatan tetapi meloloskan di sela kedua kakinya. Karena Risdianto melihat Stevanus Sirey coming from behind lebih pas untuk mengeksekusinya sebagai gol. Gol luar biasa, bersarang begitu telak di gawang Korea Selatan; Stevanus Sirey membuat hattrick!!!
Dan Huh Jung Moo sebagai kapten Korea Selatan semakin frustasi memimpin rekan-rekannya. Puncaknya adalah ketika seorang pemain belakang Korea Selatan melakukan pelanggaran di kotak penalti dan wasit memberikan hadiah penalti untuk Indonesia. Huh Jung Moo protes sangat keras sambil meludah dan wasit mengganjar kartu kuning untuknya.
Ronny Patti mengambil tendangan penalti. Penonton di Senayan bersorak gembira dan berharap Indonesia mencukur Korea Selatan dengan 4-0. Maklum kemenangan terakhir Indonesia atas Korea Selatan terjadi pada tahun 1972 ketika Iswadi Idris dkk mengalahkan timnas Korea Selatan 4-2 di final turnamen Jakarta Anniversary Cup. Ronny Patti dengan tenang dan percaya diri ancang-ancang untuk menendang. Dan ternyata …….. Ronny Patti dengan sengaja melakukan tendangan jauh melebar ke samping kanan!
Rupanya Ronny Patti tak ingin Korea Selatan, juara Marah Halim Cup 1981 dipermalukan demikian dalam. Ronny masih punya cara menundukkan arogansi Huh Jung Moo, dengan cara Ronny Patti sendiri yakni bermain elegan dan sportif. Ronny Patti pemain paling cerdas yang pernah dimiliki oleh Indonesia versi kapten timnas Soetjipto Soentoro telah memberikan “pelajaran sepakbola Indonesia” kepada Huh Jung Moo. Ronny Patti telah meninggalkan kita selamanya yang bersama senior-seniornya almarhum Soetjipto Soentoro, Iswadi Idris dkk telah berhasil menempatkan Indonesia secara terhormat di Peta Sepakbola Asia, meskipun mereka tak berhasil meloloskan Indonesia ke Piala Dunia karena jatah Asia di jamannya hanya 1 (satu) Negara saja. Sementara Huh Jung Moo yang merasakan “Pelajaran Sepakbola Indonesia” telah menikmati ajang Piala Dunia dua kali sebagai pemain nasional maupun kemudian sebagai asisten pelatih kepala Guus Hiddink dan sekarang sebagai pelatih kepala tim nasional Korea Selatan ke Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Semoga kiprah Huh Jung Moo berlanjut dengan meloloskan Korea Selatan ke tahap lebih terhormat lagi, mewakili kehormatan benua Asia bersama timnas Jepang.
www.cardiyanhis.blogspot.com