Menunggu solusi: Kegagalan Makro Ekonomi Indonesia
>> Monday, June 14, 2010
From: Moderator (IA-ITB-owner@yahoogroups.com)
To: IA-ITB@yahoogroups.com
Cc: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, June 15, 2010 10:47 AM
Subject: [Senyum-ITB] Menunggu solusi: Kegagalan Makro Ekonomi Indonesia
Artikel yang ringkas tapi langsung menuju ke akar masalah selama 65 th sejarah kemerdekaan Indonesia !
Sudah naik ke blog IA-ITB dan sekitar 30 menit lagi akan naik ke mesin pencari Google. Terima kasih !
Klik http://ia-itb.blogspot.com/2010/06/kegagalan-makro-ekonomi-indonesia.html
Nah sekarang, bagaimana solusi untuk memecahkan masalah yang sudah mengurat mengakar selama 65 th ini ?
Jabat erat,
- Bu Moddy sedang ngoprek blog IA-ITB sambil makan sayur asem :-)
----- Original Message -----
From: Rachmad M
To: IA-ITB@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, June 15, 2010 10:21 AM
Subject: [IA-ITB] Kegagalan Makro Ekonomi Indonesia
a. Menstabilkan kegiatan ekonomi
b. Mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh tanpa inflasi
c. Menghindari masalah inflasi
d. Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang teguh
e. Mewujudkan kekukuhan neraca pembayaran dan kurs valuta asing
Hasil diatas diperoleh dari google yang menunjukan tujuan daripada Makro Ekonomi. Dua hal yang gagal dikendalikan di Indonesia sepanjang kemerdekaannya adalah Inflasi yang tinggi serta kestabilan mata uang rupiah (kurs).
Kedua hal ini telah dikemas sedemikian rupa sehingga kegagalan ini menjadi sebuah berkah. Inflasi yang tinggi dirasakan oleh masyarakat sebagai keuntungan, karena dengan demikian maka cicilan rumah akan menjadi sangat murah setelah sekian tahun berjalan.
Demikian juga dengan devaluasi mata uang rupiah, secara resmi pada era orde baru diumumkan untuk meningkatkan daya saing Indonesia di pasar internasional.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pada tanggal 7 Maret 1946 : Devaluasi rupiah sebesar 29,12%. Semula US$ 1 = Rp 1,88 menjadi US$ 1 = Rp 2,6525. Akan tetapi nilai tukar US$ dipasar bebas 19,50 pada Januari 194. Sehingga dapat kita bayangkan bahwa rupiah yang tadinya bernilai 1,88 hingga saat ini berkisar menjadi 9.000 per dolar US. Tentu angka yang sangat besar sekali.
Memang benar ekonomi tidak akan berhenti berputar berapapun inflasi dan devaluasi yang terjadi, karena hakekatnya semua saling membutuhkan barang dan jasa yang tersedia dipasar sehingga terjadi penyesuaian-penyesuaian. Namun untuk mencapai kesetimbangan baru dibutuhkan waktu pemulihan dan pada saat itu banyak jatuh korban baik berupa PHK maupun kehilangan daya beli untuk sementara waktu.
Korban yang sebenarnya kita jumpai pada saat ini adalah maraknya korupsi disegala lapisan masyarakat. Mengapa demikian ?
Di sebuah negara yang mampu mengendalikan inflasi dan nilai tukar mata uangnya, maka kesejahteraan masing-masing individu dapat diperoleh dari kenaikan pendapatan(gaji) akibat dari bertambahnya pengalaman, bertambahnya pendidikan dan juga meningkatnya jabatan.
Dan sayangnya ini tidak terjadi di Indonesia. jaman orde baru harga barang akan meningkat lebih dulu meskipun kenaikan gaji PNS masih berupa gosip.
Dengan kondisi yang demikian maka semua pihak telah kehilangan kepercayaan bahwa meningkatnya pengalaman, meningkatnya pendidikan/pelatihan dan juga meningkatnya jabatan akan diikuti oleh peningkatan kesejahteraan.
Akibat dari ini maka mulailah mencari tambahan berupa korupsi dari watu hinga uang yang awalnya hanya untuk menutup kebutuhan bulanan hingga akhirnya untuk mendapat kemewahan hingga jaminan hidup untuk tujuh turunan.
Dibanyak departeman korupsi ini dilakukan secara berjemaah, karena mereka berada pada kondisi yang serupa. Dan yang lebih parah lagi semua berpikir secara parsial memikirkan proyek-proyek yang ada dalam kewenangannya meskipun secara terintegrasi mungkin belum waktunya bahkan tidak nyambung dengan bagian atau sektor lainnya.
Salam
RM
0 komentar:
Post a Comment