[Senyum-ITB] Re: Mengapa bangsa Asia kalah kreatif dari bangsa Barat?
>> Tuesday, February 15, 2011
From: Didik Sunardi
To: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Sent: Wednesday, February 16, 2011 9:40 AM
Subject: Re: [Senyum-ITB] Re: [itb76] Fw: [keluargavcm] Mengapa bangsa Asia kalah kreatif dari bangsa Barat?
Mbah RONO dan MONNY serta teman2 yg lain .... Pengalamanku dealing denagn kolega bisnis dari Jepang dan Korea .... Mereka juga bukan orang2 kreatof kritisn tetapi sangat rajin, fokus, persisten, ulet.... Hal hal tadi yg mengkompensasi "ketidak kreatifan" kebayakan Asian. Impact pelajaran Confucious nya sanagat terasa.
Kelompok bangsa Cina lain lagi, sangat kompetitif dan segala cara halal asal kemuliaan (kaya raya) bisa dicapai ... Ada buku yg ditulis oleh sorang Chinese lady inellectual ... Waktu kerja di GE kita disuruh baca buku itu .. "Black Heart Thick Face"
Powered by Telkomsel BlackBerry®
--------------------------------------------------------------------------------
From: suronopvg@yahoo.com
Sender: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Date: Wed, 16 Feb 2011 01:19:27 +0000
To: Itb 76
ReplyTo: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Subject: [Senyum-ITB] Re: [itb76] Fw: [keluargavcm] Mengapa bangsa Asia kalah kreatif dari bangsa Barat?
Monny yg baik,
Bagaimana dgn Jepang dan Cina, apakah termasuk di dalamnya.
Monny, sharing nya banyak yg betul, khususnya cucok untuk diriku. Monny, bukannya ada pepatah "ajine sariro soko busono". Klo diterjemahkan bebas, kita menghargai seseorang berdasarkan yg tampak/harta, bukan proses mendapatkan.
Saya alami sendiri saat anakku sekolah SD di Perancis, dikasih PR pembagian. Saya ajari "poro gapit" pembagian khas yg kita kenal, lusanya saya saya dipanggil kepala sekolah SD dmn anakku sekolah. Intinya saya tdk boleh mengajarkan metoda kpd anakku, itu tanggung jwb sekolah, yg penting saya mengawasi apakah anak saya kerjakan PR apa tdk, soal salah or betul PR yg dikerjakan anak saya akan dibahas di sekolah.
Suatu hari kita ortu diundang proses belajar mengajar, topiknya membumi, mslh pemanas ruangan centralised, temperatur ruangan namun jumlah kematian meningkat. Debat di kelas sunggung hidup, istri saya n saya sangat kaget melihat n mendengar anakku berargumentasi (saat ini S2 di Gottingen, Jerman) tanpa dgn rasa marah n dll. Hasil dr bahasan disimpulkan bersama. Hampir ortu yg datang kaget atas kedewasaan berdialog, mengemukaan pendapat, n bertanya sungguh diluar dugaan kita. Kita ortu sbg peninjau tdk boleh berkomentar, baru stlh kelas selesai, kita dimasukkan ruang lain berdialog dgn guru kelas ttg metoda ajar yg diberikan, pertanyaan, usulan/pernyataan, n sanggahan anak2 kita. Mayoritas dr ortu setuju dgn metoda yg diterapkan. Stlh anakku pulang Indonesia, awal2nya sering menangis krn banyaknya pelajaran, banyaknya tugas, n ulangan2 yg sangat banyak. Namun lama2 ya "terpaksa" beradaptasi.
Tks Monny atas sharingnya
Surono
Powered by Telkomsel BlackBerry®
--------------------------------------------------------------------------------
From: "Monny T Rukmono"
Sender: itb76@yahoogroups.com
Date: Tue, 15 Feb 2011 22:31:22 +0000
To: ITB76
ReplyTo: itb76@yahoogroups.com
Subject: [itb76] Fw: [keluargavcm] Mengapa bangsa Asia kalah kreatif dari bangsa Barat?
Sebagai komponen orang Asia, apakah anda juga merasakan hal yg sama dg yg tertulis di email dibawah ini?......Semoga manfaat.....(Dari milis kampungku).....
Cheeeeeeeers, monny
Powered by BlackBerry®
--------------------------------------------------------------------------------
From: Didik Kuntadi
Sender: keluargavcm@yahoogroups.com
Date: Tue, 15 Feb 2011 14:57:47 -0700
To: keluargavcm@yahoogroups.com
ReplyTo: keluargavcm@yahoogroups.com
Subject: [keluargavcm] Mengapa bangsa Asia kalah kreatif dari bangsa Barat?
Prof. Ng Aik Kwang dari University of Queensland, dalam bukunya "Why Asians Are Less Creative Than Westerners" (2001) yang dianggap kontroversial tapi ternyata menjadi "best seller". (www.idearesort.com/trainers/T01.p) mengemukakan beberapa hal ttg bangsa-bangsa Asia yang telah membuka mata dan pikiran banyak orang:
1. Bagi kebanyakan org Asia, dlm budaya mereka, ukuran sukses dalam hidup adalah banyaknya materi yang dimiliki (rumah, mobil, uang dan harta lain). Passion (rasa cinta thdp sesuatu) kurang dihargai. Akibatnya, bidang kreatifitas kalah populer oleh profesi dokter, lawyer, dan sejenisnya yang dianggap bisa lebih cepat menjadikan seorang utk memiliki kekayaan banyak.
2. Bagi org Asia, banyaknya kekayaan yg dimiliki lbh dihargai drpd CARA memperoleh kekayaan tersebut. Tidak heran bila lebih banyak orang menyukai ceritera, novel, sinetron atau film yang bertema orang miskin jadi kaya mendadak karena beruntung menemukan harta karun, atau dijadikan istri oleh pangeran dan sejenis itu. Tidak heran pula bila perilaku koruptif pun ditolerir/ diterima sbg sesuatu yg wajar.
3. Bagi org Asia, pendidikan identik dengan hafalan berbasis "kunci jawaban" bukan pada pengertian. Ujian Nasional, tes masuk PT dll semua berbasis hafalan. Sampai tingkat sarjana, mahasiswa diharuskan hafal rumus2 Imu pasti dan ilmu hitung lainnya bukan diarahkan utk memahami kapan dan bagaimana menggunakan rumus rumus tersebut.
4. Karena berbasis hafalan, murid2 di sekolah di Asia dijejali sebanyak mungkin pelajaran. Mereka dididik menjadi "Jack of all trades, but master of none" (tahu sedikit sedikit ttg banyak hal tapi tidak menguasai apapun).
5. Karena berbasis hafalan, banyak pelajar Asia bisa jadi juara dlm Olympiade Fisika, dan Matematika. Tapi hampir tidak pernah ada org Asia yang menang Nobel atau hadiah internasional lainnya yg berbasis inovasi dan kreativitas.
6. Orang Asia takut salah (KIASI) dan takut kalah (KIASU). Akibat- nya sifat eksploratif sbg upaya memenuhi rasa penasaran dan keberanian untuk mengambil resiko kurang dihargai.
7. Bagi keanyakan bangsa Asia, bertanya artinya bodoh, makanya rasa penasaran tidak mendapat tempat dalam proses pendidikan di sekolah
8. Karena takut salah dan takut dianggap bodoh, di sekolah atau dalam seminar atau workshop, peserta jarang mau bertanya tetapi stlh sesi berakhir peserta mengerumuni guru / narasumber utk minta penjelasan tambahan.
Note: Secara pribadi saya sangat setuju dengan apa yang di kemukakan Prof Ng Aik Wang. Karena hal itu juga juga saya rasakan dan telah menjadi keprihatinan saya sejak lama. Saya juga pernah jadi produk (korban) sistem pendidikan Indonesia. Bila anda juga tertarik utk mengetahui lebih banyak silahkan search di Google atau pesan buku nya keAmazon.com
Dlm bukunya Prof.Ng Aik Kwang menawarkan bbrp solusi sbb:
1. Hargai proses. Hargailah org krn pengabdiannya bukan karena kekayaannya. Percuma bangga naik haji atau membangun mesjid atau pesantren tapi duitnya dari hasil korupsi
2. Hentikan pendidikan berbasis kunci jawaban. Biarkan murid memahami bidang yang paling disukainya
3. Jangan jejali murid dgn banyak hafalan, apalagi matematika. Untuk apa diciptakan kalkulator kalau jawaban utk X x Y harus dihapalkan? Biarkan murid memilih sedikit mata pelajaran tapi benar2 dikuasainya
4. Biarkan anak memilih profesi berdasarkan PASSION (rasa cinta) nya pada bidang itu, bukan memaksanya mengambil jurusan atau profesi tertentu yg lebih cepat menghasilkan uang
5. Dasar kreativitas adlh rasa penasaran & berani ambil resiko. AYO BERTANYA!
6. Guru adlh fasilitator, bukan dewa yang harus tahu segalanya. Mari akui dgn bangga kl KT TDK TAU!
7. Passion manusia adalah anugerah Tuhan..sebagai orang tua kita bertanggung-jawab untuk mengarahkan anak kita untuk menemukan passionnya dan mensupportnya.
Mudah2an dengan begitu, kita bisa memiliki anak-anak dan cucu yang kreatif, inovatif tapi juga memiliki integritas dan idealisme tinggi tanpa korupsi
0 komentar:
Post a Comment