[Senyum-ITB] "Homeschooling" atau "Talentschooling"?
>> Thursday, February 24, 2011
From: Muhammad Musrofi
To: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Sent: Friday, February 25, 2011 11:48 AM
Subject: [Senyum-ITB] "Homeschooling" atau "Talentschooling"?
Ini ada seorang guru sekaligus ibu dari seorang anak yang mengirim email ke saya:
----------
Salam hormat,
Saya merasa sangat beruntung dan bersyukur bs mendptkan kesempatan membaca buku anda,saya adalah guru dan seorg ibu.dari beratus-ratus buku yg sy baca,buku anda mengantar saya pd keyakinan unt.homeschooling bagi anak sy,mengingat kekakuan yg ada pd kurikulum tradisional kita yg sangat tidak mengakui perbedaan individu,,saya ingin berkesempatan bs bertemu dan berdiskusi dg anda suatu hari nanti,sy jg sangat ingin bergabung dg talentgroup,anyway sy tinggal di Bali
Hoping can hear from u soon
Yours truly,
Irma
-----------------------------
Ini jawaban saya :
Salam hormat kembali Bu,
Ibu membaca buku saya yang berjudul MELESATKAN PRESTASI SISWA ya?
Sebelum Ibu memutuskan untuk melakukan homeschooling, lebih baik dipertimbangkan lebih dalam dulu Bu. Mengapa? Karena yang saya coba perhatikan homeschooling yang ada saat ini hanya sekedar memindahkan aktivitas sekolah ke rumah. Saya pernah bertemu dengan komunitas homeschooling. Artinya kekurangan sistem dan suasana di sekolah itulah yang dicoba dikurangi, tetapi tidak menyelesaikan akar permasalahan yang paling mendasar yakni menjadikan anak/siswa sebagai subyek, bukan sebagai obyek.
Menurut saya inti sari pendidikan adalah menjadikan anak sebagai subyek dalam pendidikan, yakni:
1. Menjadikan potensi unik anak/siswa sebagai dasar proses belajar mengajar (misalnya guru memperhatikan modalitas /VAK siswa, multiple intelligence, holistik/analitik, dsb) --> outputnya berupa nilai akademik yang tinggi tanpa harus menambah jam belajar dan bersikap "keras" ke anak.
2. Menjadikan bakat anak sebagai titik aktivitas yang diasah anak --> outputnya berupa karya atau prestasi hebat. Ini ada sistematikanya, saya ada bukunya, yang masih terus saya perbaiki.
Kedua hal di atas didukung oleh peran sangat aktif Ibu dalam mendampingi anak. Kenapa Ibu? Karena, sukses orang di tangan Allah melalui tangan ibunya.
Nah, karena itu yang tepat dalam istilah saya bukannya 'HOMESCHOOLING', tetapi adalah 'TALENTSCHOOLING.' Anak saya tetap sekolah formal.
Saya sendiri saat ini tengah berusaha mendirikan sekolah SMP di Solo (karena tahun depan anak saya, insya Allah, masuk SMP). Sekolah itu, insya Allah akan menerapkan prinsip ‘TALENTSCHOOLING’; dimana per tiga bulan sekali, minimum para siswa menghasilkan sebuah karya atau prestasi yang bersumber dari bakat atau talenta alaminya (natural talents) dan proses belajar di kelas sangat menghormati keunikan para siswa. Sementara itu, sekolah itu “mendudukkan dirinya di bawah orang tua anak.” Jadi sekolah itu tidak meninggalkan faktor orang tua, tetapi sekolah itu mengajak orang tua untuk menjadi 'panglima' dalam mendidik anak, bukan sekolah yang jadi 'panglima' mendidik anak.
Doakan agar bisa berdiri sekolah itu.
Senang sekali, saya bisa ketemu dengan Ibu, bisa sharing yang lebih detail soal tersebut.
Terima kasih
M Musrofi
0 komentar:
Post a Comment