ITB Berkabung, Mawas Diri dan Bangkitlah!!!

>> Thursday, April 15, 2010

Oleh Cardiyan HIS

ITB sedang berkabung berat. Almamater sedang menangis sedih, bahkan tersedu-sedu. Sudah sepantasnya bendera setengah tiang dikerek di pintu gerbang kampus Ganesha. Mengapa? Karena hanya ulah plagiarisme salah seorang alumnus S-2 dan S-3 Teknik Elektro ITB, Mochamad Zuliansyah, telah mencederai nilai-nilai kejujuran dan integritas, yang sepanjang 90 tahun telah menjadi kebajikan umum di ITB.

Bagaimana tidak terpukul harga diri civitas academica ITB, karena untuk bisa bergabung menjadi “ITB Club” harus lolos seleksi masuk ITB yang sangat-sangat ketat sepanjang sejarah seleksi masuk PTN di Indonesia, bahkan menjadi Selektivitas Mahasiswa yang terketat dan terbaik se Asia Pasifik versi AsiaWeek (Cesar Bacani, “Time of Ferment”, Hong Kong, June 30, 2000). Ujian seleksi masuk ITB yang jujur menjadi suatu lembaga yang tak tersentuhkan, yang “sakral”. Plus ratusan ujian otak dan mental yang mengiringinya kemudian sepanjang kuliah di ITB merupakan kebanggaan yang tak bisa dipertukarkan dengan uang berapa pun nilainya.

Para alumni S-1 Teknik Elektro ITB yang paling terpukul harga dirinya mungkin masih sedikit “terhibur” bahwa MZ, BUKAN alumnus S-1 Teknik Elektro ITB karena dia lulusan S-1 sebuah sekolah tinggi di daerah Bandung Selatan. Tetapi adalah fakta dia telah lulus S-2 bahkan S-3 Teknik Elektro ITB yang kini bernama Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB. Jadi para dosen S-2 dan S-3 ITB tidak bisa cuci tangan begitu saja terhadap siapa pun dan dari perguruan tinggi mana pun mahasiswa S-2 dan S-3 itu berasal.

Bahwa MZ melakukan plagiarismenya semasa masih menjadi mahasiswa S-3 STEI ITB tetap adalah fakta civitas academica ITB telah dicemari. Penulis “beruntung” yang pertama kali menerima email pribadi MZ yakni Kamis, 15 April 2010 jam 19.54 dan belakangan pada jam 20.41 ia juga mengirim ke mailist Ikatan Alumni ITB serta terakhir ke detik.com jam 21.54. MZ telah mengakui sepenuhnya atas tindakan plagiarisme atas karya orang lain yakni Siyka Zlatanova berjudul “On 3D Topological Relationships”, yang sudah dipublikasikan dalam 11th International Workshop on Database and Expert System Applications, IEEE terbitan tahun 2000.

Ya, MZ telah mengakui dosanya. Yang terpenting kasus ini hendaknya menjadi yang pertama dan terakhir dalam perjalanan ITB. Seperti adagium terkenal Perancis; “Noblesse Oblige”, civitas academica ITB jangan hanya menikmati semua kebaikan saja, keuntungan saja, bahkan “teraihnya kekuasaan saja” atas nama besar ITB; tetapi juga harus siap dan berjiwa besar dalam memikul tanggungjawab sesulit apa pun terhadap rakyat Indonesia yang telah melahirkannya. Kita harus siap menerima cobaan seberat apa pun.

Civitas academica ITB harus melakukan mawas diri. Kita boleh bersedih atas musibah ini tetapi jangan terus-terusan larut pula dalam kesedihan. Dalam forum IEEE yang memang sangat prestisius masih banyak alumni muda (asli) S-1Teknik Elektro ITB yang menerbitkan karya-karya “Advanced Research” antara lain Khoirul Anwar (JAIST, Japan), Anak Agung Julius (Rensselaer Politechnic Institute, USA), Stephen Prajna (California Institute of Technology at Pasadena, CA, USA), Hendra Nurdin (ANU at Canberra, Australia), Dina Shona Laila (Imperial College London) dan tentu saja dari kalangan dosen muda Teknik Elektro ITB seperti Pekik Dahono.

Para dosen ITB yang sedikitnya 800 bergelar PhD dari berbagai “World Class Universities” dari seluruh populasi 1.025 dosen, sejak dini harus memiliki mindset dalam menangani mahasiswa adalah sebagai bagian dari proses pendidikan, bukan hanya proses pengajaran saja. Memang ada Biaya Uang disini, begitu pula Biaya Waktu yang harus dikeluarkan oleh ITB dan para dosennya. Namun bila mindset ini diterapkan, saya yakin ITB secara mendasar, berjangka panjang dan strategis akan berhasil menaikkan nilai tambah atas masukan mahasiswa S-1 ITB yang telah sangat baik ini, menjadi lulusan yang secara akademis cemerlang juga memiliki jiwa dan karakter kuat dalam mengusung panji-panji kebenaran; memiliki komitmen dan tanggungjawab tinggi terhadap Bangsa Indonesia; memiliki kepekaan tinggi terhadap problema yang dirasakan Rakyat Indonesia yang telah melahirkannya.

Tetapi apakah ITB telah memiliki banyak dosen yang demikian? Profesor Djoko Soeharto yang khusus mengundang saya ke kantornya di Majelis Wali Amanah ITB ketika lagi ramai-ramainya proses pemilihan Rektor ITB, terus terang mengakui bahwa untuk menerapkan itu: “Kan harus tersedia dosen yang memiliki mindset itu”. Jadi kesimpulannya; ITB masih harus secara terus menerus mengupayakannya. Rektor ITB, Prof.DR. Akhmaloka sendiri kepada detik.com mengakui para dosen ITB hendaknya lebih care dalam membimbing para mahasiswanya; sehingga tidak akan pernah kejadian mahasiswa S-3 ITB melakukan plagiarisme.

Ya komitmen ini harus terus diupayakan dengan kesabaran tinggi, sehingga misalnya tidak akan pernah ada lagi dosen ITB yang tengah berkuasa petantang-petenteng dengan jabatannya “sangat keras” terhadap kegiatan mahasiswa telah ditinju oleh seorang “dosen gaul” yang membela mahasiswa. Saya sangat yakin upaya yang lain-lain meskipun penting tetapi hanya bersifat teknis.

Link yang bisa diakses:
http://www.detiknews.com/read/2010/04/15/215436/1339334/10/zuliansyah-akui-berbuat-curang
http://www.detiknews.com/read/2010/04/16/001841/1339353/10/itb-bentuk-tim-untuk-telusuri-disertasi-zuliansya
http://www.detiknews.com/read/2010/04/15/221028/1339340/10/zuliansyah-diblacklist-ieee-tiga-pembimbingnya-tidak
http://www.detiknews.com/read/2010/04/15/204042/1339319/10/plagiarisme-dilakukan-zuliansyah-saat-berstatus-mahasiswa-s3
http://ia-itb.blogspot.com
http://cardiyanhis.blogspot.com

0 komentar:

Penggemar Blog IA-ITB :

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP