Menghindari Neraka, Orangutan pun Terpaksa Puasa dan Kelelawar Menjerit-jerit Kesakitan.

>> Sunday, August 30, 2009

Oleh Cardiyan HIS


Seluruh provinsi di Kalimantan menjadi neraka bagi hewan-hewan kekayaan Indonesia yang masih tersisa. Sudah lebih dari 20.000 Orangutan terbunuh. Sementara nyawa Kelelawar dihargai cuma belasan ribu rupiah saja. Ekspansi besar-besaran perkebunan kelapa sawit yang dimiliki mayoritas pengusaha Malaysia dituding LSM sebagai biang kerok akan punahnya hewan-hewan kekayaan hayati Indonesia.




Sejak menjelang Puasa Ramadhan, saya bak gaya pejabat Orde Baru; Menteri Penerangan Harmoko dan para pejabat Bupati di Orde Reformasi. Saya ditemani anak Teknik Fisika ITB 1983 dan dua staf saya di Kalimantan Tengah melakukan “Safari Ramadhan”. Namun saya mengkombinasikannya bak perilaku selebritis artis film, sinetron dan pemain band yakni putus-sambung, putus-sambung.


Berangkat tanggal 18 Agustus 2009 dari Jakarta, saya nginap semalam di Banjarmasin. Keesokan harinya saya lewat jalan darat melahap rute Banjarmasin--Tamiang Layang (ibukota kabupaten Barito Timur)--Buntok (ibukota kabupaten Barito Selatan) dan kemudian berhenti dua hari di Muara Teweh (ibu kota kabupaten Barito Utara). Muara Teweh kotanya terbilang ramai untuk ukuran ibu kota kabupaten di Kalimantan Tengah meskipun kalah dibanding kota lainnya di Kalimantan Tengah yakni Sampit, ibu kota kabupaten Kotawaringin Timur.


Setelah sempat berisitirahat di Muara Teweh, saya kembali fit. Kami melanjutkan perjalanan safari melelahkan ini ke kota Puruk Cahu, kota paling ujung di Kalimantan Tengah yang berbatasan langsung dengan Kalimantan Timur. Dibanding dengan jalan-jalan di Kalimantan Tengah yang sebenarnya dari kemajuan bisnis belum semaju dibanding dengan Kalimantan Selatan, tetapi “aneh” bagian ruas jalan-jalan di Kalimantan Selatan menuju ke Kalimantan Tengah banyak yang rusak (apalagi kalau Anda pergi dari Banjarmasin ke arah Kalimantan Timur dengan rute melalui Batulicin, ibu kota kabupaten Tanah Bumbu dan Tanah Grogot terutama sejak Sungai Danau ruas-ruas jalannya sebagian besar hancur). Sedangkan mulai memasuki provinsi Kalimantan Tengah mayoritas jalan-jalannya relatif bagus. Semua diaspal hotmix seperti umumnya rute penghubung ke kota-kota besar di pulau Jawa. Bahwa masih ada beberapa ruas jalan belum mulus, tetapi memang sedang dalam pengerjaan untuk dimuluskan seperti terlihat dari alat-alat berat yang siap bekerja.


Puruk Cahu meskipun ibu kota kabupaten Murung Raya tetapi kotanya kecil saja. Masih kalah dengan kota kecamatan di pulau Jawa. Tetapi kabupaten Murung Raya ini sangat kaya sumberdaya alamnya terutama batubara dengan Gross Calorific Value sangat tinggi yakni rata-rata di atas 8.500 Kcal/kg dengan Standard Method ASTM. Tak mengherankan bila BHP perusahaan tambang raksasa asal Australia memiliki dua PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) dengan luas areal ratusan ribu hektar dan sudah lama mengeksplorasinya disini. Namun entah alasan apa persisnya, mungkin karena resesi berat dunia atau ada problem teknis yang menyangkut handling di lapangan, yang jelas baru-baru ini mereka mengundurkan diri. Sehingga banyak asetnya dilelang dan mengundang banyak peminatnya pula terutama mengincar barang-barang seperti laptop dan komputer personal lainnya serta banyak kendaraan offroad. Saya hanya satu hari saja di Puruk Cahu. Kemudian kendaraan dipacu kencang menuju ke Buntok agar bisa istirahat sebelum memulai puasa Ramadhan pada 22 Agustus 2009.


Setelah sahur dan shalat Subuh di hotel, kami melanjutkan perjalanan menuju ibu kota Kalimantan Tengah, Palangkaraya. Kami harus menunggu cukup lama karena antrian panjang kendaraan di penyebarangan sungai Barito. Karena kemarau panjang, sungai mendangkal. Sebagian dasar sungai dijadikan tempat anak-anak bermain sepakbola dan sebagian pemuda menjadikannya tempat berolahraga bola volley. Sambil menunggu, saya lihat beberapa orang penduduk tengah mengawasi dua kurungan ketat yang terbuat dari bambu. Ternyata di dalamnya berisi Kelelawar!!! Kuku-kuku tajamnya nongol di sela-sela kurungan bambu. Wah ngeri juga kalau dicakar, apalagi gigi Kelelawar juga sangat tajam dan bila menggigit bisa kena infeksi.


Saya tanya ibu-ibu, berapa jumlahnya? “Ada delapan puluh ekor!,” jawabnya. Gila. Bagaimana cara mendapatkannya, bu? “Ya mudah saja, kita pakai jaring besar dan kelelawar akan terjaring,” tambahnya. Mau diapakan bu, saya tanya kemudian. “Kita lagi menunggu bandar dari Tamiang Layang datang. Mereka akan borong semua Kelelawar yang kami tangkap,” jawab seorang ibu sambil memegang sebuah tangkai pohon yang masih ada satu kaitannya. Berapa harganya bu? “Ah cuma tiga belas ribu rupiah saja per ekor. Lumayan untuk makan dan bayar iuran sekolah anak”, jawab si ibu enteng.


Saya berpikir bagaimana mengeluarkan satu per satu Kelelawar ini dari kurungan bambu agar tak mencakar dan menggigit Manusia, eh sang bandar yang ditunggu-tunggu pun datang. Saya perhatikan dia dengan mudah mengeluarkan hidup-hidup seekor demi seekor Kelelawar. Caranya dengan memegang salah satu sayapnya sementara tangkai pohon mengait lehernya dan langsung memindahkannya ke kurungan yang dibawanya. Begitulah satu persatu Kelelawar dipindahkan sang bandar disaksikan ibu-ibu penjual dan anak-anaknya juga kami yang masih menunggu giliran menyebrang sungai. Saya lihat ada seorang penduduk membeli dua ekor Kelelawar. Dan si ibu dengan enteng memegang sayapnya, kemudian memukul satu dua kali kepala Kelelawar yang menjerit-jerit sampai nyawanya putus. Saya iseng tanya untuk apa? “Ya untuk dimakan saja”, katanya enteng. Mungkin istrinya akan memasaknya di rumahnya seperti orang Manado memasaknya menjadi makanan favorit “Paniki” di restoran-restoran Manado di Jakarta dan kota-kota besar lainnya.


Sampai di Palangkaraya barulah saya bisa baca koran. Ternyata koran-koran lokal memuat berita protes sangat keras dari kalangan LSM tentang nasib tragis si Jojo, nama Orangutan di Pontianak, Kalimantan Barat. Tak hanya ummat Islam diwajibkan berpuasa di bulan Ramadhan, rupanya Orangutan pun “diwajibkan” berpuasa pula. Namun ada bedanya dengan ummat Islam yang berpuasa, Orangutan jantan bernama Jojo, yang diserahkan oleh masyarakat Pontianak ke BKSDA (Balai Konservasi Sumberdaya Alam) Pontianak, Kalimantan Barat ini karena terpaksa harus berpuasa. Menurut pengamatan para tokoh LSM Perlindungan Orangutan Kalimantan Barat; tak satu pun staf BKSDA, yang merawat serta memberi makan dan minum si Jojo.


Kemungkinan besar si Jojo tidak mendapatkan makan dan minum sejak
hari Jumat, 21 Agustus 2009 lalu. Ketika itu para staf BKSDA rupanya telah kembali ke rumah masing-masing untuk berakhir pekan menyambut bulan puasa Ramadhan yang akan dimulai pada hari Sabtu, 22 Agustus 2009. Tentu saja si Jojo sakit. Padahal si Jojo, yang sebelumnya dalam kondisi tetanus karena dirantai selama bertahun-tahun, nampak semakin parah. Tubuhnya lemah dan badannya demam.


"Kondisinya sangat lemah dan panas tinggi. Jika tidak segera mendapatkan perhatian serius, dikhawatirkan si Jojo akan mati dalam waktu dekat," kata Seto Hari Wibowo, salah seorang pengkampanye perlindungan Orangutan dari Centre for Orangutan Protection (COP) kepada para wartawan. Kemarin, kami mengirimkan makanan dan susu agar dia bisa bertahan hidup. Hari ini, dia sudah mulai bicara meskipun dengan suara yang lemah. Dokter hewan akan memeriksanya besok. Seto berharap si Jojo tidak senasib dengan empat Orangutan saudara-saudaranya yang dititipkan ke Taman Agro Pontianak yang telah tewas karena buruknya penanganan. Kondisi yang lebih buruk malah disampaikan terjadi di Taman Pancur Aji, Sanggau, Kalimantan Barat. Ternyata ada tiga Orangutan muda saat ini tengah dikurung dalam kandang kecil, tanpa akses ke air minum dan makanan.


Rekan saya sesama mailister di mailist Lingkungan, Hardi Baktiantoro, yang merupakan Director of the Centre for Orangutan Protection, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, mengatakan kepada Naturealert.blogspot.com milik institusi konservasi di London, Inggris: "The palm oil industry must be one of the worst, maybe even the worst, environmentally damaging industries in the world. I'm both shocked and saddened to now learn that New Zealand and EU farmers import palm kernel from my country to feed to their cows, the farmers knowing as they do, this contributes to deforestation and killing of Orangutans I appeal to these farmers today to immediately stop importing palm kernel."


Sementara kami dua hari kemudian akan segera melanjutkan safari ke kabupaten Pulang Pisau dan kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, saudara Hardi Baktiantoro terus meradang. Indonesia adalah negeri yang kaya akan tumbuhan buah-buahan. Apakah tidak boleh ada sedikit saja sisa untuk Orangutan? Puasa hanya untuk orang sehat. “Kenapa Orangutan yang sekarat juga dipaksa puasa? Apakah ini yang diinginkan dari Orangutan Action Plan? Jutaan dollar dihabiskan oleh OCSP dan budak-budaknya. Kemana perginya
nurani?”, Baktiantoro mempertanyakan.

0 komentar:

Penggemar Blog IA-ITB :

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP