[Senyum-ITB] Pembiayaan dan Kualitas Perguruan Tinggi

>> Wednesday, February 2, 2011

From: Susilo Cahyono
To: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Sent: Thursday, February 03, 2011 12:17 PM
Subject: Re: [Senyum-ITB] Pembiayaan dan Kualitas Perguruan Tinggi (tadinyaBadan Usaha UNS Solo)



Rekans,

Rasayanya sudah berulangkali dibahas mengenai pembiayaan yg ideal utk PT ini terutama almamater tercinta ITB. Setiap kali dibahas, setiap kali pula terusik hati saya mengingat setiap kita yg pernah dikandung di bumi Ganesha apalagi seperti saya (angkatn 87) dan sebelum sebelumnya yg membayar SPP hanya 60 ribu rupiah dan sejatinya uang rakyatlah yg mensubsidi sebagian besar biaya sisanya. Begitulah kenyataannya.

Dan sekarang, ketika hidup kita masih mapan, dan kita berteriak membela kaum miskin untuk peroleh haknya mendapatkan pendidikan di ITB juga. Kenapa kita hanya berteriak dan menyalahkan kebijaksanaan yg diambil ITB? Kenapa tidak kita membantu secara konsisten dengan cara yg kita mampu secara nyata. Ada sekian ribu alumni di milis ini. Berapa banyak yg Telah membantu lewat aksi nyata membantu kaum miskin tadi lewat badan2 beasiswa yg dikelola ITB. Menyumbang nyata adalah urusan hati.

Saya hanya khawatir saja, jangan jangan kita hanya ingin mendapatkan seperti dulu baheula yg kita dapatkan untuk anak anak kita. Berlindung dengan dalih banyak kaum miskin yg berhak, tetapi kita pula yg ingin anak kita sekolah di ITB dengan bayar murah. Adilkah? Sudah selayaknya kita membayar kembali dengan cara membantu pd saat sekarang kita sdh mampu. Saya yakin ITB telah memilih jalan terbaik. Ketika UU BHP dibatalkan MK, ada kekhawatiran saya saat itu. Mereka yg mengajukan uji UU BHP mungkin tidak tahu bahwa ketika ITB masih sebagai BHMNpun justeru ada kewajiban menerima sekitar 30% menerima dari golongan miskin. Dan ketika UU BHP dibatalkan saat itu pulalah bentuknya harus kembali ke PTN.
Konsekuensinya terlalu panjang untuk diceritakan. Mulai dari status dosen, pengelolaan, pembiayaan dan cara penerimaan mahasiswa. End upnya kita tahu semua saat ini. Dan kembali ITB berusaha melakukan yg terbaik. Saat itupulalah tentangan, pro kontra mulai menggema.

Saat inipulalah waktunya kita untuk membayar kembali. Kita menunggu aksi nyata dari para alumni. Banyak pintu dan ladang amal terbuka, tinggal kita pilih yang mana. Mungkin bisa lewat anak kita yg keterima di ITB dg membayar lebih. Janganlah kita memakan subsidi, saat kita mampu. Bisa jadi lewat badan2 yg mengelola beasiswa dan endowment fund spt SKD ITB sesuai dg kemampuan kita. Sekali lagi sesuai dg kemampuan kita. Mari kita satukan langkah kita, sesama anak kandung Ganesha.

Dari pihak ITB dan ikatan alumninya, saya merasa masih ada yg kurang dan mungkin perlu dicoba dg langkah yg tidak populer, barangkali. Harus dicoba melakukan sesuatu yg bisa merangkai kaitan hati dan emosi antara alumni dan almamater ini tetap terjaga. Banyak alumni yg sejak lulus tidak peduli sama sekali dg ITB. Mereka mulai nanya lagi sana sini, ketika anak2nya mulai beranjak mau kuliah. Kenapa kita memanfaatkan kondisi ini untuk dicoba? Kenapa kita tidak meniru langkah2 universitas besar di Amerika macam Illionois University misalnya yg mengutamalkan anak2 alumninya untuk duduk di sana? Ada yg tidak setuju itu pasti. Jika ini dilakukan saya yakin, alumni2 akan merasa bangga, kaitan emosi tetap terjaga dan mempunyai rasa memiliki yg besar terhadap almamaternya. Tentu porsinya disesuaikan dg aturan yg telah baku, karena permendiknas 34/2010 sebenarnya tidak mensyaratkan 100% lewat ujian tulis semua, artinya masih ada jalan.

Dan sekarangpun teman2 di ITB telah memutar otak bagaimana untuk mengelola terbaik ITB, mari kita dukung dan kita bantu secara nyata. Tidak usah khawatir dg mereka yg kurang mampu, karena jalan itu telah tersedia dan disediakan. Hanya kita yg perlu bantu mereka lewat rizki ygh telah kita terima. Sekali lagi, mari kita bantu mereka yg kurang. Inilah langkah nyata.

Mohon maaf jika ada yg kurang berkenan.

Salam,

Susilo Cahyono
@Doha.



"4 x E = Enjoy, Easy, Excellent, Earn"


--------------------------------------------------------------------------------

From: Rusdi Hidayat Susilo
Sender: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Date: Thu, 3 Feb 2011 10:14:51 +0700
To:
ReplyTo: Senyum-ITB@yahoogroups.com
Subject: Re: [Senyum-ITB] Pembiayaan dan Kualitas Perguruan Tinggi (tadinya Badan Usaha UNS Solo)




mbak Betti ysh,
Saya sudah reply ke pak Hasan spt copy dibawah ini, tetapi belum di reply, mungkin masih sibuk;

copy:
pak Prof. Hasan,
Akhirnya apa yg menjadi kekhawatiran orang tua calon mahasiswa menjadi kenyataan. Ketika ITB menetapkan bahwa USM dihapuskan dan semua lewat SNMPTN, agak lega, meskipun masih tanda tanya besar dengan adanya jalur "UNDANGAN" yang mengambil porsi lebih dari 60%. Ketika itu bapak mengingatkan kepada kita agar jangan percaya dengan rumor2 yg belum jelas. Akan tetapi sekarang terlihat jelas bahwa untuk th 2011 ini bahwa SNMPTN dipakai sebagai sistim seleksi nya, tetapi dg cara model USM biaya kuliahnya, dan (kalau bisa) semua biaya kuliah mesti ditanggung oleh orang tua masing2, kecuali yang membawa "SURAT MISKIN". Rasanya tidak berlebihan kalau sampai komunitas dibawah ini meneriakkan kegundahan nya. Apakah negeri ini sudah betul-betul akan menuju suatu cara pemerintahan yang LIBERAL 100%, sehingga tanggung jawab pembiayaan mencerdaskan anak2 diserahkan sepenuhnya kepada orang tua masing2.
Wallahu a'lam,

" Mandiri Berkedok SNMPTN, Jumat, 28/01/2011 - 17:41"
BANDUNG, (PRLM).- Koordinator Keluarga Peduli Pendidikan (Kerlip) Yanti Sriyulianti mengatakan, apa yang ditetapkan ITB ini jelas menyalahi, menyesatkan, dan telah melanggar hak atas pendidikan tinggi bagi masyarakat. Bahkan bisa dikatakan jalur mandiri tetap ada bahkan kini berkedok SNMPTN. http://www.pikiran-rakyat.com/node/133629


2011/2/3 Betti S Alisjahbana


Rekan Rusdi,
Kami di MWA memang mempunyai beberapa pertanyaan dan concern soal sistim penerimaan mahasiswa ITB yang direncanakan untuk tahun 2011. Tadinya kami berharap Rektor bisa menjelaskannya pada rapat MWA hari Sabtu minggu lalu. Sayangnya pak Rektor tidak bisa hadir karena pada saat yang sama menghadiri Studium General dimana pembicaranya adalah Menpera. Karenanya sayapun belum tau jawabannya dan belum tau persisnya seperti apa prosesnya.

Mungkin pak Hasan yang aktif di milis ini bisa memberikan jawaban.



Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana


2011/2/3 Rusdi Hidayat Susilo



mbak Betti ysh,
Saya menghargai prinsip yg dianut bahwa Perguruan Tinggi harus memberikan kesempatan yang sama bagi yang miskin dan yang kaya untuk bersaing secara adil untuk masuk ke Perguruan Tinggi. Akan tetapi pada kenyataan nya dalam sistim penerimaan mhs ITB yg direncanakan untuk 2011 ini, calon mhs yg mendaftar pd jalur Undangan pd bl Mei ini salah satu syaratnya adalah melampirkan surat kesangggupan tertulis akan membayar 55 jt kalau diterima. Dengan kata lain kalau tidak ada surat tersebut berarti tidak akan diproses berkas nya. Pertanyaan nya apakah hal ini mencerminkan prinsip keadilan ????

Dengan tidak terbuka (un accountable) nya nilai hasil test masuk, apabila seorang calon mhs/i tdk diterima, maka terjadi keraguan apakah memang disebabkan nilainya kurang (sudah kena cut off) atau karena tidak sanggup membayar.
Kalau memang konsisten, pengumuman pertama pada penerimaan mhs seharusnya disertai dengan nilai yg diperoleh, tanpa di embel2i faktor sumbangan pendidikan yg harus dibayar.

Apakah hal ini juga menjadi bahan pertimbangan bagi para anggota MWA?
salam,

rusdi

0 komentar:

Penggemar Blog IA-ITB :

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP