McClelland's n-Ach [was: Pendidikan Entrepreneurship: A wrong approach and misconception]

>> Sunday, November 21, 2010

From: Moko Darjatmoko
To: ITB-Club@yahoogroups.com ; kuyasipil@yahoogroups.com
Sent: Sunday, November 21, 2010 9:25 PM
Subject: [ITB-Club] McClelland's n-Ach [was: Pendidikan Entrepreneurship: A wrong approach and misconception]




Kurasa istilah entrepreneur ini sudah mengalamisemacam semantic drift (pergeseran makna), apalagi setelah dicoba-terjemahkan menjadi "wirusaha" atau "wiraswasta." Biasanya kalau sudah mulai 'simpang-siur' itu pertanda bahwa waktuya merujuk ke kamus yang umum (walau dalam kalangan spesifik istilah ini punya arti yang lebih sempit) ...


entrepreneur
noun, A person who organizes, operates, and assumes the risk for a business venture.
[French, from Old French, from entreprendre, to undertake.]


entrepreneurship
noun, The assumption of risk and responsibility in designing and implementing a business strategy or starting a business.


Istilah entrepreneurship ini kurasa mulai populer [paling tidak di ITB] awal tujuhpuluhan --kalau ada yang tahu lebih awal tolong nimbrung-- barangkali dipicu oleh "the great debate" membar bebas di dinding Student Center, sekitar januari 1970. Diskusi yang paling cerdas ini [sayangnya belum pernah bisa diulangi atau dikalahkan] membicarakan riset kolosal David McClelland, social psychologst dari Harvard--yang kebanyakan tinggal di ingatan cuma istilah n-Ach nya saja. [baca "The Achiving Nation" (1961) kalau beruntung bisa mendapatkan bukunya.


Setelah emosi diskusi mereda, diluaran mulai ada beberapa yang masih "hot" ... salah satunya Pak Iskandar Alisjahbana [any relation to Betti ?] Aku sempat melanjutkan diskusi ini dengan beliau waktu berada di US ... dan --berlawanan dengen pendapat pak Iskandar--aku berdiri pada posisi yang sama sampai saat ini: entrepreneurship itu tidak bisa diajarkan (seperti halnya kreativitas, moralitas, etc). yang bsia dilakukan oleh lembaga pendidikan (misalnya Harvard, Stanford Business School, etc) adalah mengajarkan tools (teknik, prosedur,etc) yang ditangan seorang entrepreneur bisa meningkatkan impact dari trait yang sudah dipunyainya itu.


Riset McClelland sendiri hanyalah "descriptive" menjelaskan fenomena dan kaitannya dengan faktor budaya, tetapi belum mencapai level "prescriptive" (how to). Dan ini yang banyak disalahartikan oleh "penganut jurus n-Ach" di Indonesia ... bahwakn sampai saat ini.


Setelah menggeluti buku ini (I found my own copy, first edition of 1961) dan mencoba memahami dari cabang disiplin lain (anthropologi, psychology, cognitive science, etc.) aku sampai pada "jurus baru" ... [Walau] tidak bisa diajarkan tetapi bisa ditanamkan ... itulah intisari dari jurus n-Ach yang "lurus" (tidak sesat :-). Dan jurus ini sudah aku oprek-oprek (hacked to the death) selama 16 tahun belakangan, menjadi bagian paling penting dari riset pribadiku.


Sekali lagi, please baca bukunya ... cuma 400+ halaman ... kalau pengin cepet-cepet, bisa langsung ke chapter 9 dulu, lalu pelan-pelan mengunyah chapter lainnya.


Chapter 9: SOURCES OF n ACHIEVEMENT [pp 336-390]
Race and Environment. Child-Rearing Practices. Child-Rearing and n Achievement Outside the United States. Parent-Child Interaction for Boys with High and Low n Achievement. Standards of Excellence. Warmth. Low Authoritarianism. Protestant and Catholic Values, Child-Rearing Practices and n Achievement. The Interaction of Religion and Social Class. n Achievement among Jews. Core Religious Values: Positive Mysticism. Indirect Influences on n Achievement Levels.


Buku ini enak dibaca, gaya bahasanya juga indah dan menarik ... serasa membaca Sin tiauw hiap-lu atau To liong-to (saduran dari cerita Chin Yung). Berikut kukutipkan parapgaf di halaman pertama ...


From the top of the campanile, or Giotto's bell tower, in Florence, one can look out over the city in all directions, past the stone banking houses where the rich Medici lived, past the art galleries they patronized, past the magnificent cathedral and churches their money helped to build, and on to the Tuscan vineyards where the contadino works the soil as hard and efficiently as he probably ever did. The city below is busy with life. The university halls, the shops, the restaurants are crowded. The sound of Vespas, the "wasps" of the machine age, fills the air, but Florence is not today what it once was, the center in the 15th century of a great civilization, one of the most extraordinary the world has ever known. Why­­What produced the Renaissance in Italy, of which Florence was the center­­How did it happen that such a small population base could produce, in the short span of a few generations, great historical figures first in commerce and literature, then in architecture, sculpture and painting, and finally in science and music­­Why subsequently did Northern Italy decline in importance both commercially and artistically until at the present time it is not particularly distinguished as compared with many other regions of the world­­Certainly the people appear to be working as hard and energetically as ever. Was it just luck or a peculiar combination of circumstances­­Historians have been fascinated by such questions ever since they began writing history, because the rise and fall of Florence or the whole of Northern Italy is by no means an isolated phenomenon.




tabik,
Moko/


+++++++++


At 11/19/10, Betti S Alisjahbana wrote:
Mbak Yuti dan rekan-rekan,
Entrepreneur adalah suatu pekerjaan. Entrepreneurial adalah sifat. Jadi seorang entreprenuerial leader bisa saja ada di pemerintahan (Ali Sadikin atau Fadel misalnya) bisa juga diperusahaan swasta yang bukan miliknya. Seseorang yang entrepreneurial jeli melihat peluang dan mengambil langkah-langkah yang jitu untuk merealisasikan peluang itu sehingga menguntungkan organisasinya.

Dosen ITB yang punya kejelian bak seorang entrepreneur didalam melihat peluang kerja sama, dan bisa merealisasikan kerja sama yang menguntungkan ITB kita sebut dosen yang entrepreneurial.

Sumber pembiayaan suatu start up bisnis bisa datang dari venture capital firm, bisa dari angel investor, bisa dari penyertaan saham partner, bisa juga dari bank. Angel Investor motivasinya tidak murni bisnis, melainkan ada unsur pemberdayaan dan misi sosialnya. Sangat ideal bila bisa mendapatkan angel investor. Modal yang sifatnya wakaf memang murni sosial. Lebih sosial dari angel investor. Kalau angel investor, masih ada unsur bisnisnya, artinya si angel ini masih mengejar return on investment juga.

Scaling up memang tantangan bagi pengusaha ketika mereka sukses. Chairul Tanjung menceritakan tahapan-tahapan transformasi bisnisnya dari informal ke kecil, menegah, besar lalu konglomerasi. Bila tertarik, power point presentasinya bisa di download di http://leadershipqb.com/index.php?option=com_eventlist&view=eventlist&Itemid=29

Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana






2010/11/19 yuti ariani

Pak Djoko, mbak Betti dan rekan-rekan alumni,

Dari diskusi ini saya jadi penasaran, apakah fungsi entrepreneur itu sebuah sikap atau pekerjaan yang mengandung risk tertentu? ....

0 komentar:

Penggemar Blog IA-ITB :

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP