Indonesia Merajai "Merdeka Games" Malaysia

>> Friday, September 24, 2010

Oleh Cardiyan HIS


Tim nasional sepakbola Indonesia kembali juara pertama Merdeka Games 1962. Ini adalah pencapaian luar biasa. Karena Indonesia selama tiga tahun berturut-turut sejak 1960, 1961 dan 1962 menjadi kampiun kejohanan bola sepak “Sukan Merdeka”, Kuala Lumpur, Malaysia.

Dan yang menarik, selama 3 tahun belakangan ini Persib Bandung menjadi tulung punggung keberhasilan Indonesia di kejohanan tertua dan paling bergengsi di Asia Pasifik ini. Bayangkan saja. Nama-nama Yus Etek (Penjaga Gawang), Ishak Udin, Masri, Sunarto (Belakang), Fatah Hidayat, Emen (Gelandang), Wowo, Rukman, Omo dan Komar (Penyerang) dipilih pelatih timnas Tony Pogacknik.

Sebenarnya tak terlalu mengherankan karena Persib ketika itu adalah juara kompetisi Perserikatan 1961 dan juara 2 pada tahun-tahun 1960 (kalah di final dari PSM Makassar) dan 1962 (kalah di final dari PSMS Medan).

Pemain-pemain lain di luar Persib yang dipanggil Tony Pogacknik adalah Yudo Hadianto, Bertje Matulapelwa, Thio Tjong Fa, Fam Tet Fong (Persija), Sahruna, John Simon, Manan (PSM Makassar), Sahala Siregar (PSMS Medan) dan Misbach (Persebaya Surabaya).

Nama-nama Soetjipto Soentoro (Persija), Aliandu, Basri, Jacob Sihasale, Anjik Alinurdin (Persebaya), Max Timisela (Persib), Dominggus (Persipura) masih berada di PSSI Yunior yang berhasil menjuarai berturut Piala
Asia Yunior tahun 1961 dan 1962 yang keduanya diselenggarakan oleh AFC/FIFA di Bangkok, Thailand.

Yus Etek sebenarnya bukan orang Sunda tetapi “urang awak” alias Sumatra Barat yang sekolah di Sekolah Tinggi Olahraga (STO), Bandung (pecahan dari Fakultas Ilmu Jasmani Universitas Padjadjaran, Bandung). Yus Etek yang tinggi besar kekar -----dibanding Yudo Hadianto yang kecil tetapi lincah dan penuh akrobatik----- dijuluki “Lev Yashin Indonesia”. Dengan tubuhnya yang tinggi besar kekar sepertinya tak ada ruang bagi penyerang lawan untuk menerobos gawang Persib maupun Indonesia. Hanya dengan sedikit gerakan saja Yus Etek dengan mudah menangkap bola-bola tendangan keras dan sundulan sulit para penyerang lawan.

Trio Ishak Udin, Masri dan Sunarto adalah tembok Persib dan Timnas Indonesia yang sulit ditembus lawan. Sehingga semakin memperkokoh benteng pertahanan Persib dan Timnas Indonesia yang dijaga oleh Yus Etek maupun Yudo. Sunarto -----kakak kandung Risnandar, mantan stopper Persib dan timnas Indonesia dan Giantoro, mantan pemain belakang Persib----- yang paling lama bertahan di timnas Indonesia karena masih bermain cemerlang di era Soetjipto Soentoro 1964-1970, bergantian dengan bek kanan Yuswardi.

Akan hal Max Timisela adalah pemain Persib yang dalam sejarah Persib adalah pemain yang memiliki kecerdasan tinggi dan penguasaan bola yang aduhai “anjas” alias “yahud” alias “hebring”. Bagi komunitas sepakbola provinsi Jawa Barat (termasuk provinsi Banten sekarang) istilah “balik Bandung” alias tendangan “salto” adalah “penemuan”-nya (meskipun tentu saja pemain-pemain Pele atau Brazil yang lebih dulu menemukannya). Tapi setidaknya di khasanah sepakbola Jawa Barat dan Banten bahkan di Tim Nasional, Max Timisela dan Soetjipto Soentoro sering menghasilkan gol-gol indahnya dengan cara “balik Bandung” ini.

Tak mengherankan bila pada tahun 1965 pelatih klub Werder Bremen, juara kompetisi Bundesliga, Jerman Barat, Herr Brocker, -----setelah pertandingan Werder Bremen vs Timnas Indonesia berakhir 6-5---- kemudian menawari Soetjipto Soentoro dan Max Timisela untuk bergabung.

Bung Karno melalui Menteri Olahraga Maladi melarang keduanya bergabung Werder Bremen karena tenaganya sangat diperlukan oleh Indonesia untuk level kejuaraan level dunia multi cabang Ganefo Games di Jakarta. Tetapi teman-teman di Timnas Indonesia “membongkar rahasia” keduanya seperti diungkapkan Yudo Hadiyanto kepada penulis: “Mana tahan Soetjipto dan Max makan steak, salad dan roti terus sepanjang musim di Eropa. Keduanya hanya baru bagus main bola kalau makan nasi sepiring gede (dan pasti suka nambah lagi), ikan asin dan sambal terasi.....!”

Omo adalah master dalam sundulan. Umpan-umpan lambung dan umpan tarik Rukman dan Komar dari kedua sayap selalu diselesaikan dengan sundulan kepala yang mematikan penjaga gawang lawan.

Wowo orang Malangbong, Garut, sangat terkenal kekerasan tendangannya tetapi terarah ke gawang lawan. Gol-gol “canon ball” sering dihasilkan oleh Wowo jauh dari luar kotak penalti lawan.

Fatah Hidayat adalah gelandang Persib yang sering “memelonco” Soetjipto
“Gareng” Soentoro ketika si Gareng ini baru memulai “naik pangkat” kariernya ke Timnas Senior Indonesia mulai tahun 1964. Si Gareng ini sering disuruh membersihkan dan menyemir sepatu Fatah Hidayat sebelum bertanding. Gelandang serang berbadan kekar ini adalah kapten Persib dan Timnas Indonesia yang berwibawa.

Djadjang Haris baru muncul belakangan yakni pada akhir 1960-an. Ia asal
Persitas Tasikmalaya yang seperti halnya Komar (asal Persigal Galuh, Ciamis) menduduki posisi kanan luar, baik di Persib maupun di Timnas Indonesia. Komar inilah yang menghasilkan gol penentu kemenangan Indonesia 1-0 atas Mesir pada final Ganefo di Jakarta pada tahun 1964.

0 komentar:

Penggemar Blog IA-ITB :

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP