Teknologi Tepat Guna dari Pasir Muncang : Crest Damper

>> Wednesday, March 11, 2009

Josef B. Dwiyono / EL74

// Telah dimuat di milis IA-ITB dengan message no. 44154
// Dikirim : March 10, 2009 01:36 AM
// Telah diedit seperlunya.
// Maaf apabila salah menyebut nama para pelaku, mohon dikoreksi.


---

Minggu sore lalu (8/03/2009) saya nonton reality show di TransTV judulnya Bila Aku Menjadi, sebuah acara yang bagus yang memberi kesempatan bagi pemuda-pemudi ekonomi kelas atas untuk mengenal sulitnya kehidupan orang-orang ekonomi-susah. Kisahnya tentang mahasiswi bernama Tiara yang ngenger beberapa hari di rumah Mang Aput ( atau mang Adul saya lupa persisnya, maaf kalau salah, tolong dikoreksi ) si penjual kacang. Lokasi kisahnya di desa Pasir Muncang di sekitar Purwakarta atau Plered. Entah lokasi persisnya, tapi terekam di tayangan tersebut ada kereta api yang melintas di jembatan kremona di sekitar daerah tersebut. Ok bukan soal si mahasiswi dan kacangnya ( jangan berpikiran jorok, yang saya maksud kacang-rebusnya Mang Aput tentunya) yang akan saya bicarakan disini, tapi ada hal menarik yang diragakan oleh si mamang saat mikul tong air dari sumbernya ke rumahnya yang agak jauh dan menanjak. Bisa diperkirakan saat dipikul air dalam tong plastik yang terbuka ( -/+ 35 literan ) akan terguncang-guncang dan tumpah. Semakin cepat jalan si pemikul bisa dipastikan makin banyak air yang tumpah.

Tapi nanti dulu, suatu pengatasan-masalah yang amat cerdik ditunjukkan oleh si mamang. Dia sobek selembar daun pisang lalu ditaruh di air di tong yang dipikul. Tentu si daun mengapung. Daun pisang menutup sebagian ( sekitar 60 ~70%) permukaan air di setiap tong. Dan lhadalah saking kersaning Allah, .... ada sesuatu yang amazing di mata saya. Air yang dipikul tersebut tidak tumpah, atau paling tidak hanya sedikit sekali yang tumpah.

Ini bener-bener teknologi tepat guna yang bener-bener berguna secara tepat pada situasi semacam itu. Sungguh tidak selintaspun saya pernah memikirkan problem solving semacam itu meski dulu sering melihat orang mikul air dan tumpah ruah (lihat sketsa gambar 1.A dan 1.B ).



Sambil nonton sisa ceritanya saya merenung-renung dan mencari-cari alasan-sains di balik peristiwa yang saya anggap mengagumkan tersebut. Akhirnya dapatlah jawaban versi saya. Maaf, mungkin saja analisa saya tidak benar mengingat saya tidak cukup menguasai ilmu mekanika fluida secara jauh dan utuh.

  • Daun yang mengapung di tong air akan mengurangi luas permukaan air yang terbuka.
  • Pada saat dipikul goyangan air hanya terjadi di permukaan air yang sempit dibanding bila tanpa diberi daun pisang.
  • Hal ini lebih lanjut akan memperkecil atau meredam osilasi gelombang air yang terjadi saat dipikul.
  • Daun pisang memberikan damping pada osilasi permukaan air yang terjadi. Bahkan mungkin over-damped, jadi tidak akan terjadi peaking.
  • Seperti seharusnyalah, damping akan menyebabkan crest-factor (= peak / rms ) yang kecil dibanding tanpa damping.
  • Juga, tergantung dari versi mana membacanya (misal versi tukang elektro dan tukang akustik) - daun-pisang tersebut dapat dipandang sebagai low-pass filter pada spektra frekuensi yang muncul pada permukaan air di tong tersebut. Jadi osilasi tidak berlanjut

Okelah saya nggak mau berteori ataupun ber-sastra-teknik pada bidang yang tidak saya kuasai. Namun kemudian terpikir mustinya crest-damper dari Pasir Muncang tersebut dapat dimanfaatkan pada aplikasi teknologi yang lebih serius. Salah satu yang segera melintas di kepala saya adalah tanki BBM atau tanki cairan lainnya. Untuk tanki yang panjang terdapat masalah adanya goncangan atau pontang-pantingnya cairan di dalam tanki saat kendaraan berjalan, terutama saat berkelok-kelok, mengerem atau akselerasi. Hal ini akan menyebabkan kumulasi goncangan yang dapat menyebabkan ketidak-setabilan yang serius (bergeser-gesernya titik-berat), yang memungkinkan tergulingnya kendaraan.

Secara tradisi solusinya adalah membuat cekungan di bagian tengah dari tanki (lihat gambar 2.B). Cara ini akan mengurangi luas permukaan cairan di dalam tanki, yang lebih lanjut akan memperkecil peak gelombang yang timbul. Cara ini berhasil baik karena terbukti banyak diwujudkan pada tanki yang ekstra panjang. Cara lain yang mungkin dilakukan adalah memasang sejumlah horizontal-bar di dalam tanki untuk meredam atau sebagai deflektor goyangan cairan ( saya belum pernah melihat dalamnya tanki yang ekstra panjang ). Akan tetapi hal yang pasti dan nyata terlihat adalah, kontruksi-kontruksi semacam itu pasti total cost-nya lebih besar dan volumenya lebih kecil dibanding tanki tanpa cekungan pada panjang tanki yang sama ( gambar 2.A).


Kembali ke desa Pasir Muncang, mustinya teknologinya Mang Aput bisa dimanfaatkan untuk mobil tanki fluida. Dengan mekanisme floating-carpet barangkali ( sekali lagi harus saya sebutkan barangkali ) kita bisa membuat tanki fluida panjang tanpa cekungan, tapi ditambah karpet-apung yang digunakan untuk meredam osilasi yang akan muncul seperti sketsa yang saya buat di gambar 2.C. Entah bahan apa yang tepat untuk itu asalkan tentunya jangan daun pisang. Dan bagaimana realisasinya silahkan untuk meng-elaborate-nya lebih lanjut.

Atau bisa jadi metoda ini bisa dimanfaatkan dalam penyelamatan kecelakaan di perairan terbuka seperti misalnya kecelakaan di laut. Pasukan penolong di samaritan-boat atau rescue-boat akan lebih mudah menolong korban apabila ombak di area kecelakaan laut tidak tinggi. Mungkin saja dengan sejumlah inflatable-carpet yang ditebar dan di-integrasi secara sistematis akan mampu mengurangi atau menekan peak gelombang di area bencana dan rescue area.

Saya tidak cukup modal pengetahuan dan kebisaan untuk membuat model matematis tanki fluida dengan damper semacam itu untuk lebih lanjut bisa dianalisa secara kuantitatip. Silahkan para rekan yang ahli, pakar dan jamhur di bidang mekanika-fluida, ilmu bahan dan kontruksi automotif untuk mengolah lebih jauh dan memanfaatkannya. Saya cuman bisa berharap khayalan saya tersebut suatu saat bisa benar-benar terwujud, dapat digunakan dan bermanfaat bagi banyak orang.

Namun, apapun, saya sangat terkesima dengan teknologi tepat guna dari desa Pasir Muncang yang saya anggap jenial. Yang pasti si mamang tidak pernah menyadari bahwa teknologinya dapat bermanfaat untuk hal-hal yang lebih besar. Demikian pula dengan Tiara si mahasiswi, dia mungkin tidak menyadari bahwa pertanyaannya ke si mamang tentang daun pisang di tong air akan memberikan kekaguman pada para penontonnya. Bener kata-bijak yang mengatakan bahwa ingenuity is unlimited. Terbayang di lamunan saya Mang Aput yang sederhana itu menjelajah lorong-lorong desanya sambil menjajakan kacang-rebusnya, "Cang kacang ... kacang-rebus, kacang-panas, kacang-anget, kacang-malam .... sacontong sarebu. Caaang kacaaang ..... kacang rebuuus !".

salam,
jbd /EL74

---------------------------
every day is a good day
---------------------------


0 komentar:

Penggemar Blog IA-ITB :

  © Free Blogger Templates Skyblue by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP