Kecerdasan Sosial Alumni ITB: Catatan kepemimpinan Bang Hatta pada sidang KLB 6 Maret 2009
>> Wednesday, March 11, 2009
From: ibnu utama
To: IA-ITB@yahoogroups.com
Cc: ibnu.utama@rpe-engineering.com
Sent: Wednesday, March 11, 2009 12:07 PM
Subject: [IA-ITB] Kecerdasan Sosial Alumni ITB: Catatan kepemimpinan Bang Hatta pada sidang KLB 6 Maret 2009
Kecerdasan Sosial Alumni ITB: Catatan kepemimpinan Bang Hatta pada sidang KLB 6 Maret 2009
Oleh : Ibnu Utama
Bukanlah suatu perdebatan bahwa alumni-alumni ITB adalah putra-putri terbaik bangsa. Namun pernyataan ini perlu dikritisi ulang: terbaik dari sisi apa? Kenyataannya, sekitar 90% kurikulum di ITB adalah suatu bentuk pelatihan yang hanya mengasah kecerdasan otak kiri. Di kampus ini kita diajarkan untuk melakukan identifikasi (membedakan dan mengelompokkan suatu obyek dengan obyek lainnya), memahami pola, menganalisa, memodelkan hampir semua masalah ke dalam model matematika, melatih berhitung, dan menarik kesimpulan.
Semua adalah kerja otak kiri. Ada beberapa aktivitas yang juga menggunakan otak kanan seperti mendisain. Tapi disain pada ranah teknik tetap banyak menggunakan otak kiri karena terkait dengan perhitungan-perhitungan matematis.
Masalah yang paling pelik adalah ketika seorang alumni keluar dari kampus ITB, baik keluar melalui GSG/Sabuga (lulus) ataupun keluar melalui BAAK Taman Sari (DO atau bermasalah), maka dia otomatis alumni tersebut masuk ke dalam perguruan tinggi tertua dan terhebat sepanjang sejarah, izinkan saya menyebutnya sebagai "perguruan tinggi" MASYARAKAT.
Di perguruan tinggi ini, kecerdasan sangat diperlukan, tapi kecerdasan yang diperlukan disini adalah kecerdasan yang bersifat abstrak, karena hampir semua masalah bersifat kompleks dan terlalu banyak asumsi-asumsi yang harus dinyatakan. Sedikit sekali masalah di sekolah ini yang dapat dimodelkan dalam bentuk matematis.
Mengenal karakter orang/kelompok, memahami mereka, mengajak mereka, mengukur dan memposisikan diri sendiri, membuat team yang efektif, membuat isu dan menanggapi gosip, mendamaikan kelompok-kelompok bertikai, mencari celah solusi dari suatu masalah yang pelik, dan seterusnya. Semua ini adalah kerja otak kanan. Izinkan saya sekali lagi untuk mengistilahkan hal-hal ini dengan sebutan KECERDASAN SOSIAL.
Kecerdasan jenis inilah yang justru kerap diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Dan celakanya, latihan kecerdasan jenis ini tidak masuk dalam kurikulum formal kelulusan dari ITB.
Fenomena kepemimpinan Bang Hatta pada sidang KLB 6 Maret 2009 dalam konteks masalah ini sungguh menarik, khususnya ketika membahas masalah keanggotaan alumni ITB. Terus terang saya termasuk yang berfikir ekstrim dalam hal ini: "Kalau perlu tukang bakso yang jualan di belakang sekretariat MTI pun kita ajak sebagai alumni ITB, atau bapak pengatur sepatu di masjid Salman kita ajak juga sebagai alumni ITB. Kenapa tidak? karena toh secara tidak langsung mereka sudah berjasa kepada kita.
Kenyataannya Bang Hatta sangat fleksibel dan arif dalam masalah ini. Hal ini terlihat dari gaya "mengayun" beliau dalam memimpin sidang. Dengan penuh ke-arifan beliau membuka masalah ini ke dalam forum yang cukup besar tersebut. Dengan tenang, santun, berhumor, beliau memimpin menyelesaikan masalah ini. Hampir semua pihak diberi kesempatan untuk dapat berbicara secara lugas dan terbuka. Dan yang tidak disangka, Pak Rektor pun kemudian menjadi arif dan bijaksana, jauh dari tipe-tipe beliau yang saya dengar langsung sebelumnya dari beliau.
Kenyataan hari ini, kita telah memiliki wadah yang cukup canggih, karena wadah kita dipimpin oleh orang-orang yang memiliki kecerdasan sosial yang teruji. Dan semua ini mutlak harus kita pelajari sebagai kader bangsa di sekolah kita saat ini, perguruan tinggi MASYARAKAT.
VIVAT ITB,
Ibnu Utama
TI 91
0 komentar:
Post a Comment